Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Maizar Rahman menilai fluktuasi harga minyak mentah dunia sekarang ini didominasi faktor nonfundamental. "Penurunan harga minyak sekarang ini lebih disebabkan pemulihan nilai dolar AS, sehingga investor memilih keluar pasar berjangka sambil 'profit taking' karena menyimpan uang di komoditas ini mulai kurang menarik," katanya di Jakarta, Kamis. Pengaruh non-fundamental lainnya, menurut dia, adalah kekhawatiran penurunan permintaan minyak mentah karena berlanjutnya pelemahan ekonomi AS. Serta, lanjutnya, secara musiman pada kuartal kedua 2008 memang permintaan minyak menurun sekitar 1,5 juta barel per hari. Sedang, faktor fundamental yang mempengaruhi adalah peningkatan stok minyak mentah di AS yang menjadi salah satu barometer pasar minyak. Maizar memperkirakan, harga minyak dunia pada tahun 2008 akan tetap cenderung tinggi meski dalam kisaran cukup lebar yakni 80-110 dolar AS per barel. "OPEC akan bertahan pada harga minyak minimum 80 dolar AS per barel dan maksimum 110 dolar AS per barel," katanya. Menurut dia, harga minyak yang terlalu tinggi, akan memberatkan Indonesia dan juga negara-negara berkembang serta konsumen minyak. Meski produksi minyak fosil Indonesia cukup besar, yakni mencapai 4,5 juta barel setara minyak per tahun, namun minyak sendiri masih kurang, sehingga posisi Indonesia juga sebagai konsumen. "Kalau harga tinggi, Indonesia juga berada pada posisi yang sulit," katanya. Menyangkut asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) APBN Perubahan 2008 sebesar 95 dolar AS per barel, Maizar mengatakan, patokan tersebut merupakan angka yang antisipatif. "Sulit mendefinisikan harga minyak yang realistis," katanya. Harga minyak mentah terus berfluktuasi. Setelah sempat turun hingga di bawah 100 dolar AS per barel pada beberapa hari lalu, harga minyak kembali naik di atas batas psikologis tersebut. Harga minyak mentah "light sweet" mencapai rekor 111,80 dolar AS per barel pada 17 Maret lalu, sedang Brent pada posisi puncak historis 108,02 dolar AS per barel. (*)

Copyright © ANTARA 2008