Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Golkar, Muladi, menyatakan Partai Golkar memandang masa 10 tahun terakhir ini sudah cukup sebagai masa transisi demokrasi yang mentoleransi langkah darurat atau emergency, karena menimbulkan inkonsistensi dalam kehidupan politik. Saat berbicara dalam acara Sosialisasi UU politik yang diselenggarakan DPP Partai Golkar di Jakarta, Kamis, Muladi mencontohkan sejumlah ambivalensi dan inkonsistensi itu diantaranya selalu terjadinya revisi terhadap UU Politik setiap menghadapi pemilu. Dalam upaya revisi tersebut, menurut dia, yang tampak jelas terlihat adalah nuansa kepentingan politiknya. "Saat ini kita harus menempatkan diri dalam proses konsolidasi demokrasi yang sudah menekankan kualitas dalam pemahaman prinsip- prinsip demokrasi dalam sistem politik," katanya. Lebih lanjut dia menjelaskan konsolidasi itu sama sekali tidak mengandung makna usaha yang sifatnya oportunistik dan coba-coba (trial and error), melainkan sebagai proses pematangan menuju entitas demokrasi yang solid dan taat azas. Semuanya itu, kata Muladi yang juga Gubernur Lemhanas itu, mengarah pada penguatan sistem pemerintahan dan stabilitas politik yang dinamis. Pada bagian lain, Muladi menyinggung perundang-undangan politik yang baru saja disahkan DPR (UU Pemilu) mengandung berbagai semangat konsolidasi yang sifatnya mendasar. Sejumlah hal strategis yang tertuang dalam UU itu diantaranya adalah penguatan persyaratan peserta pemilu, kriteria penyusunan daerah pemilihan, sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka terbatas dan penetapan calon terpilih dan penyelesaian sengketa pemilu. Selain itu, juga lebih ditekankan aspek kesetaraan gender 30 persen dan penghapusan persyaratan domisili bagi calon anggota DPD serta diperbolehkannya pengurus partai maju sebagai calon anggota DPD. "Penyederhanaan sistem multipartai tidak melalui hambatan pendirian parpol, tetapi melalui aturan baku yang mengatur electoral treshold dan diatur dalam aturan peralihan," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008