Rabat (ANTARA News) - Organisasi Pendidikan, Sains dan Kebudayaan Islam (ISESCO), yang bernaung di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI), menyambut baik sikap Sesjen PBB Ban Ki-moon dan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB -- yang mengecam keras film anti-Islam, "Fitna". Dalam pernyataannya ISESCO menyampaikan penghargaannya atas resolusi Dewan HAM PBBB yang menolak upaya-upaya pihak tertentu yang menghubungkan Islam dengan hal-hal negatif, seperti terorisme, kekerasan, dan pelanggaran HAM. Resolusi Dewan HAM PBB juga menyampaikan keprihatinan mendalam atas kampanye intensif kalangan tertentu untuk melecehkan Islam menyusul tragedi 11 September 2001 di New York, AS. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengecam keras film itu, dan mengatakan bahwa sikap itu tidak bisa dibenarkan karena akan mengundang aksi kekerasan. Film kontroversial yang melecehkan agama Islam yang dibuat anggota parlemen sayap-kanan Belanda Geert Wilders itu menimbulkan kecaman luas dari umat Muslim di seluruh dunia dan kalangan internasional. Sesjen OKI, Prof Ekmeleddin Ihsanoglu, sebelumnya juga mengutuk keras film itu karena dinilainya sebagai upaya menimbulkan permusuhan antar-umat. "Film itu sengaja dibuat untuk melecehkan Al-Qur'an dan mendiskreditkan 1,3 miliar umat Islam di seluruh dunia," kata Sesjen Ihsanoglu dalam suatu pernyataan pers di markas besar OKI di Jeddah, Arab Saudi. Menurut dia, film tersebut dibuat dengan maksud memnimbulkan kegelisahan dan intolerasi di antara umat yang berbeda agama dan kepercayaan dan membahayakan perdamaian dan stabilitas dunia. "Meskipun masyarakat internasional termasuk pemerintah Belanda menolak film 'Fitna' dan penayangannya telah dicabut dari media Belanda dan internasional, pembuat film itu, Wilders, malah secara terbuka menentang keinginan masyarakat internasional dengan menayangkan filmnya di laman internet," ujarnya, seperti dikutip IINA. Sesjen OKI mendesak masyarakat internasional untuk melarang penayangan film itu dan juga mendesak pemerintah Belanda untuk mengambil langkah untuk menyeret pembuatnya ke pengadilan. (*)

Copyright © ANTARA 2008