Stockholm (ANTARA News) - Penjualan persenjataan global masih berada pada tingkat tinggi selama 2007, didorong impor dari Timur Tengah dan Asia, ungkap sebuah lembaga perdamaian, Senin, di Stockholm. Penjualan sepanjang 2007 menempati posisi kedua dalam satu dasawarsa terakhir, dengan penurunan sebesar delapan persen untuk penjualan "senjata konvensional utama", dibandingkan 2006, ungkap Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). Asia menyerap 37 persen pembelian senjata selama 2003-2007 dan China serta India termasuk lima besar pembeli senjata. Sebagian besar persenjataan yang dibeli kedua negara itu berasal dari Rusia. Eropa membeli 25 persen penjualan senjata dunia disusul Timur Tengah (19 persen), serta Amerika Utara dan Amerika Selatan (sembilan persen), ungkap SIPRI. Lembaga tersebut menelusuri penjualan senjata sejak 1950 hingga akhir 2007 dan menerbitkan kesimpulannya dalam suatu "database" yang juga tersedia secara "online". SIPRI membuat periode lima tahun untuk menyusun fluktuasi penjualan senjata, namun mereka tidak memberikan perkiraan dana belanja senjata tersebut. Rusia masih tetap di urutan ke-2 sebagai pengekspor terbesar, dengan penjualan senjata selama 2003-2007 mencapai 26 persen persen dari volume ekspor persenjataan internasional. Posisi pertama ditempati Amerika Serikat yang menguasai 31 persen transaksi senjata global, ungkap SIPRI. Sumber utama senjata konvensional China selama periode 2003-2007 berasal dari Rusia, disusul Prancis dan Ukraina, SIPRI menyebutkan. Rusia adalah eksportir bagi 90 persen persenjataan Venezuela, negara yang memperbesar impor senjatanya pada periode 2003-2007. Negara kaya-minyak di Amerika Latin itu bergeser dari posisi ke-56 pengimpor persenjataan pada kurun 1998-2002 menjadi urutan ke-24 pada periode 2003- 2007. Lima negara yaitu AS, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris - menghasilkan 80 persen volume ekspor persenjataan internasional. Tiga pengimpor terbesar persenjataan AS pada 2003-2007 adalah Korea Selatan, Israel dan Uni Emirat Arab (UAE). Jet tempur yang dibeli UAE dan Israel bahkan telah meningkatkan "kemampuan serangan jarak jauh" masing-masing sejak 2003, ungkap SIPRI. Afrika menyumbang enam persen pembelian senjata internasional, sedangkan Ajazair, Moroko, Libya serta Tunisia berada di tempat ke-3 untuk benua itu. Tempat pertama diduduki Afrika selatan dengan transaksi senjata mencapai 42 persen untuk kawasan sub-sahara Afrika. "Berkenaan dengan keprihatinan internasional yang makin meningkat seiring konflik regional di Afrika, Timur Tengah dan Amerika Selatan, data SIPRI menegaskan tentang tidak adanya pengekangan diri baik dari pedagang persenjataan dan pengimpor di kawasan-kawasan tersebut," kata Siemon Wezeman, kepala SIPRI Arms Transfers Project, seperti dikutip DPA. Parlemen Swedia mendirikan SIPRI sebagai lembaga independen pada tahun 1966. Rincian lebih lengkap dapat dilihat di i http://armstrade.sipri.org/. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008