Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan kesimpulan bahwa binatang pembawa agen penyakit, terutama nyamuk dan lalat, telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. "Nyamuk pembawa virus demam berdarah kini tidak cuma senang bertelur di genangan air bersih, tapi juga selokan yang kotor," kata Upik Kusumawati, peneliti Parasitologi dan Entimologi Kesehatan IPB kepada ANTARA News, di Jakarta, Kamis. Berdasarkan kajian eksperimental yang dilakukan di laboratorium IPB, Upik Kusumawati menjelaskan, didapati bahwa nyamuk Aides Aegepty bisa tetap bertelur di habitat buatan yang terpolusi dengan detergen dan kaporit. "Kami membuat wahana air yang kondisinya mirip dengan limbah air di lapangan seperti air selokan. Dan ternyata nyamuk Aides juga mau bertelur di tempat seperti itu," katanya. Pemahaman umum tentang demam berdarah sebelumnya adalah nyamuk membawa agen penyakit yakni Aides Aegepty hanya bertelur di air tergenang yang bersih seperti tempat penampungan air bersih di rumah-rumah. "Namun sepertinya vektor penyakit sudah beradaptasi, sehingga mereka kini bisa hidup di lingkungan yang terpolusi," ujar Upik. Menurut dia, munculnya wabah penyakit yang dibawa oleh vektor berupa binatang bisa melibatkan berbagai aspek sistem. Ia menyebutkan rangkaian faktor yang berpengaruh itu adalah vektor (hewan pembawa agen penyakit), agen penyakit (virus dan bakteri), ketahanan tubuh manusia, dan kualitas lingkungan sekitar. Upik yang membuat penelitian khusus tentang vektor berupa serangga menjelaskan bahwa berbagai penyakit seperti demam berdarah, kaki gajah, pes, dan malaria terus merebak karena aspek lingkungan semakin diabaikan kualitasnya. "Lingkungan dipengaruhi oleh perilaku atau gaya hidup manusia, semakin tinggi populasi dan kepadatan penduduk, lingkungan cenderung semakin turun kualitasnya," kata dia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008