Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah di pasar spot antarbank Jakarta, Kamis sore melemah tajam terhadap dolar AS karena tekanan aksi jual, menyusul kekhawatiran dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Namun faktor utama pelaku melepas rupiah karena tingginya inflasi Maret 2008 yang mencapai 0,95 persen dibanding bulan lalu hanya 0,65 persen," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, Kamis. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pukul 15.15 mencapai 9.220/9.230 dibanding penutupan hari sebelumnya 9.175/9.179 per dolar AS atau turun 45 poin. Ia mengatakan, tingginya inflasi Maret itu mengakibatkan Bank Indonesia (BI) pada rapat siang tadi memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) itu pada angka 8 persen. BI tidak berani menurunkan bunga BI Rate karena berisiko sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi yang memang lesu, katanya. Rupiah, lanjut dia, akan terus tertekan pasar, apalagi AS pada pertengahan pertama tahun ini diperkirakan akan memasuki resesi yang akan berdampak negatif terhadap ekonomi global. "Meski AS dinilai bukan lagi merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dunia," ujarnya. Melesunya ekonomi itu, menurut dia, memang dialami hampir semua negara, bahkan China dan India yang ekonominya tumbuh cukup besar juga mulai merasakan tekanan ekonomi dunia itu. Karena itu Indonesia saat ini agak berat untuk bisa mengatasi inflasi dunia, karena belum mempunyai instrumen moneter untuk mengatasinya, katanya. Kondisi ini juga akan memicu bank sentral AS (The Fed) pada pertemuan akhir bulan ini akan kembali memangkas suku bunga Fedfund. Ia mengatakan, rupiah diperkirakan akan terus terpuruk hingga berkisar antara 9.230 hingga 9.250 per dolar AS, karena sentimen negatif masih tinggi. "Kami optimis rupiah beberapa hari ke depan akan tetap terpuruk meski dolar AS di pasar regional juga melemah," ucapnya. (*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008