Medan (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai dewasa ini masyarakat masih bersifat permisif terhadap tindakan korupsi yang terjadi baik di daerah maupun di pusat. "Masyarakat kita masih permisif dalam arti mereka tahu yang dilakukan pejabat itu korupsi, tapi mereka seolah-olah dipaksa untuk berlapang dada tanpa berbuat apa pun," kata Staf Fungsional Pencegahan KPK, Adi Setyo Tamtomo, dalam dialog dengan para kader Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Sumut, di Medan, kemarin. Dalam dialog yang juga merupakan salah satu agenda dari rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) LIRA Sumut itu, Adi juga mengatakan, akibat kondisi masyarakat yang seperti itu baik KPK ataupun lembaga hukum lainnya menghadapi kendala dalam pemberantasan korupsi. Padahal KPK tidak akan mungkin mampu melakukan tindakan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi tanpa bantuan dari segenap komponen bangsa dari masyarakat. Sesuai dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, masyarakat telah dijamin hak-haknya untuk meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam pasal 41 dan 42 undang-undang itu dijelaskan masyarakat berhak mencari, memperoleh, memberikan informasi dan memperoleh pelayanan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara korupsi, jelasnya. Masyarakat juga berhak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang mereka berikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama sebulan atau 30 hari. Kendati demikian undang-undang pemberantasan korupsi itu telah hampir berusia sepuluh tahun, namun masyarakat masih menunjukkan sikap permisif dan apatis dalam tindak pidana korupsi, katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008