Jakarta (ANTARA News) - Banyaknya pimpinan Bank Indonesia sebelum ini yang dipenjara, menjadikan keterlibatan Boediono dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menjadi mengemuka dalam sidang uji kepatutan dan kelayakan calon Gubernur Bank Indonesia. Demikian pendapat anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad Wibowo, kepada pers di Jakarta, Senin , beberapa saat sebelum pelaksanaan sidang 'fit and propper test' (uji kepatutan dan kelayakan) atas Boediono selaku calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI) atas usul Pemerintah. "Perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara ratusan triliun rupiah ini akan menjadi persoalan yang mengemuka dalam sidang uji kepatutan dan kelayakan calon gubernur (Cagub) BI Boediono. Saya akan tanyakan keterkaitan beliau dengan kasus BLBI. Karena sebelumnya banyak pimpinan BI lain yang dipenjara," tandasnya. Ia berharap, Boediono bisa menjelaskan kemungkinan keterlibatan dirinya dalam perkara BLBI, karena dirinya pernah menjadi pejabat di lingkungan Bank Indonesia di era maraknya kasus itu. "Fakta juga membuktikan pada saat Boediono masih menjabat Direktur di BI, tiga orang direksi lain terjerat hukum dan dinyatakan sebagai tersangka, yakni Paul Sutopo, Hendro Boediyanto dan almarhum Heru Soepraptomo. Kalau pimpinan BI yang lain dinyatakan bersalah, maka seharusnya Budiono juga bersalah. Tapi, kalau Pak Boediono dianggap tidak bersalah, maka direksi yang lain harus direhabilitasi," katanya. Untuk keperluan uji kepatutan dan kelayakan, menurut Dradjad, dia dan rekan-rekannya telah mempersiapkan sejumlah dokumen tentang hasil rapat perbankan serta korespondensi. "Itu semuag akan digunakan dalam `fit and proper test` terhadap Boediono. Kalau saya tidak yakin bahwa Pak Boediono tidak bersalah dalam kasus BLBI, maka saya akan menolak. Meskipun yang lain menerima," tegas Dradjad Wibowo. Merasa di-'fait accomply' Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Olly Dondokambey, secara terpisah, mengatakan kepada ANTARA sebelumnya, pihaknya merasa "dipaksa" atau di fait accomply` oleh Pemerintah dengan hanya ada calon tunggal Gubernur BI ini. "Saya mengulangi lagi pernyataan fraksi kami sebelumnya, bahwa sosok Boediono itu tidak diragukan lagi. Dia punya 'track record' di dunia moneter dan perbankan, di dalam maupun luar negeri yang memadai. Tetapi, dengan hanya satu calon dan ada masalah di masa lalu dengan keterlibatan dalam kasus BLBI, ini kan membuat kita di sini pusing," katanya. Olly juga mengharapkan, agar legislatif masa kini jangan lagi dianggap sama dengan posisinya di era Orde Baru (Orba), "hanya sebagai pemegang stempel dan 'subordinasi' dari eksekutif". "Artinya, karena hanya ada satu calon, lalu kita terpaksa menyetujuinya. Ini kan sama saja dengan 'pengebirian' kewenangan kita untuk memilih dari beberapa alternatif. Padahal di negara dengan 200 juta lebih penduduk ini, tidak mungkin tak ada lagi calon pendamping yang kualitasnya bagus. Termasuk dari internal Bank Indonesia sendiri," paparnya. Sebelum ini, lanjutnya, dua calon yang ditolak DPR juga berasal dari eksternal BI, yakni Agus Martowardojo serta Raden Pardede. "Apakah memang tak ada lagi yang berkualitas dan dipercaya publik moneter dari lingkup internal BI," tanyanya. Meski begitu, Olly Dondokambey dkk tetap menghargai keputusan Pemerintah dengan hanya menjagokan Boediono, dan berharap apa pun hasil `fit and propper test`, merupakan keputusan yang juta patut dihormati. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008