Jakarta (ANTARA News) - Mantan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), Marudin Saur Maruli Tua Simanihuruk, Selasa, dituntut enam tahun penjara dalam kasus audit investigasi dana tenaga kerja asing di sejumlah provinsi di Indonesia. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Simanihuruk bersama-sama dengan Kepala Sub Bagian Evaluasi, Pelaporan Bidang Program Depnakertrans, Suseno Cipto Mantoro, terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. "Para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata JPU M.Rum. Selain menuntut enam tahun penjara, JPU juga meminta majelis hakim menjatuhkan denda Rp350 juta subsider empat bulan kurungan kepada terdakwa. Kemudian, JPU juga meminta terdakwa membayar ganti rugi sebesar Rp5,86 miliar yang dikompensasikan dengan tanah dan bangunan yang disita. "Jika dalam satu bulan tidak diganti, maka harta benda akan disita," kata JPU M.Rum. JPU meminta Simanihuruk menjalani pidana penjara selama tiga tahun jika tidak memiliki harta benda yang bisa disita. Sementara itu, terdakwa II Suseno Cipto Mantoro dituntut empat tahun penjara dengan kewajiban membayar denda sebesar Rp3 juta yang dikompensasikan dengan uang yang telah disita. JPU menyatakan, kedua terdakwa terbukti melanggar hukum seperti diatur dalam dakwaan primair pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Perbuatan kedua terdakwa yang menunjuk langsung Kantor Akuntan Publik (KAP) Johan Barus sebagai pelaksana audit investigasi telah melanggar Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah. Keputusan Presiden itu menyebutkan, penunjukan langsung tidak boleh dilakukan dengan alasan waktu pengadaan yang mendesak. "Terdakwa I menyatakan menunjuk langsung karena waktu terbatas," kata M. Rum. Sebelumnya, JPU mendakwa keduanya telah memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan melakukan penunjukan langsung pelaksana jasa audit investigasi dana yang dikumpulkan dari penggunaan tenaga kerja asing di 46 dinas tenaga kerja dan transmigrasi di sejumlah provinsi. Perkiraan kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp6,199 miliar. Dalam dakwaan, JPU menyatakan, dana audit investigasi tersebut diambil dari pos penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp9,297 miliar, padahal dana yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut hanyalah Rp1,617 miliar. Menurut JPU, kelebihan dana mengalir ke Manihuruk sebesar Rp1,4 miliar, dan beberapa pihak lain. JPU menyebut sejumlah nama penerima kelebihan dana, antara lain Johan Barus menerima Rp1,4 miliar, Boy Danil Yunus mendapat Rp1,8 miliar, Nurhadi Djazuli Rp427 juta, Hari Budiman Yunus Rp395 juta, Oktavianus Puspo Indrajaya Rp395 juta, Mulyono Rp80 juta, dan Robert Pasaribu Rp57 juta. Sementara itu, Simanihuruk menyayangkan tuntutan yang diajukan JPU. Dia menilai JPU mengabaikan fakta bahwa program audit investigasi yang dilakukannya telah menguak praktik korupsi di sejumalah dinas tenaga kerja. "Rp163 miliar yang saya ungkap nyatanya sampai sekarang belum berbuah," kata Simanihuruk yang ditemui setelah sidang. Dia membantah mengetahui praktik melawan hukum dalam proyek tersebut karena posisinya sebagai Dirjen tidak memungkinkan untuk terlibat dalam hal-hal teknis yang sarat korupsi. (*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008