Depok (ANTARA News) - Proses penyaringan dari partai politik untuk menjadi anggota DPR harus diperketat, sehingga diperoleh wakil-wakil rakyat yang mampu menjaga amanah dan moral serta tidak ada lagi cerita buruk tentang mereka. Hal tersebut dikatakan Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala, menanggapi tertangkapnya anggota DPR dari Fraksi PPP, Al Amin Nasution oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (9/4) dini hari atas dugaan penyuapan. "Proses rekrutmen harus ketat sehingga bisa menghasilkan anggota dewan yang benar-benar mumpuni, kapabel, dan mampu menjaga moral," kata Adrianus, usai memaparkan visi dan misi menjadi Dekan FISIP-UI, di Depok, Jabar, Kamis. Menurut dia, kasus Al Amin merupakan proses dan sirkulasi politik yang merugikan masyarakat. "Yang masih banyak `kotornya` seharusnya cukup di DPRD tingkat dua atau tingkat satu saja bukan di tingkat pusat, karena sangat merugikan masyarakat," jelasnya. Namun, kata Adrianus, bukan berarti "orang-orang kotor" di DPRD bisa ditolerir, tapi setidaknya ada penyaringan dan DPR-RI terdiri dari orang-orang yang bersih. "Ini kan tidak baik, itu di DPRD tingkat I maupun tingkat II dan DPR pusat kelakuannya sama saja," tegasnya. Proses rekrutmen harus dimulai dari bawah dan orang yang terpilih benar-benar kapabel serta mumpuni. "Jangan hanya berapa banyak duit yang menjadi syarat mejadi anggota DPR," katanya. Ia mencontohkan bagaimana Barack Obama (calon presiden AS) merintis karir politiknya dari bawah. "Perlu perjuangan yang keras dan berkeringat untuk mencapai karir politik," ujarnya. Adrianus menepis dugaan adanya unsur politis dibalik tertangkapnya Al Amin Nasution oleh KPK. Kejadian tersebut memang harus diketahui oleh masyarakat luas agar ada efek jera bagi anggota dewan dan institusi lainnya. Ia mengatakan, cerita tentang kelakuan anggota DPR yang "kotor" akan selalu ada dan kasus Al Amin hanya merupakan cerita "sinetron kecil". "Nanti akan ada megasinetron yang lebih dahsyat lagi versi DPR, akan selalu ada cerita buruk di DPR," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008