Canberra (ANTARA News) - Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta akan pulang ke Dili dan melanjutkan tugas kepresidenannya pada hari Kamis. Dua bulan sebelumnya dia hampir kehilangan nyawa akibat usaha pembunuhan yang dilakukan para tentara yang memberontak. Ramos-Horta, yang tertembak dua kali dan terluka parah pada 11 Februari, akan kembali dari Australia ke kediamannya di Dili. Para pejabat keamanan telah menasehati dia untuk pindah ke daerah yang lebih aman. "Tuhan ada di pihak saya. Rakyat Timor berada di pihak saya," kata Ramos-Horta kepada media Australia, Minggu malam. "Saya akan melanjutkan tugas sebagai presiden, pulang ke rumah dan kembali ke rakyat di sana, ribuan orang di seluruh pelosok negara sedang menunggu saya," katanya, seperti dilaporkan Reuters. Berbagai spanduk telah dipasang di berbagai jalan di Dili, dengan tulisan "Mr Presiden, Timor menunggu dan berdoa untuk anda". Kediaman Ramos-Horta dibersihkan dari "roh jahat" dan pohon-pohon di sekitarnya dicat, lapor surat-surat kabar, Senin. "Pekan-pekan ini saya sudah mendapat banyak pesan dari Timor, dari uskup dan pastor, dari para politikus. Saya tahu bahwa saya agak populer di negara ini tetapi saya tidak menyadari kesungguhan perasaan mereka," kata Ramos-Horta. Pria berumur 58 tahun yang pernah meraih Nobel Perdamaian itu mengatakan dia akan melanjutkan kewajiban secara penuh meski "baru sembuh 90 persen". "Saya masih mempunyai masalah dengan syaraf yang rusak akibat peluru," kata Ramos-Horta -- yang tahun lalu terpilih dan akan menjabat hingga April 2012. Menurut undang-undang dasar negara tersebut, lembaga kepresidenan lebih banyak bersifat seremonial, sedangkan kekuasaan terletak pada Perdana Menteri Xanana Gusmao, yang luput dari percobaan pembunuhan pada hari yang sama dengan aksi terhadap Ramos-horta. Ramos-horta berada di rumah perlindungan di Darwin selama masa penyembuhan setelah sempat dilarikan dengan pesawat dari Dili ke rumah sakit di wilayah Australia itu. Negara termuda di Asia itu belum stabil sejak merdeka dari Indonesia pada tahun 2002. Timor Leste dengan jumlah penduduk satu juta jiwa itu memiliki sumber daya minyak dan gas dan merupakan salah satu negara yang paling cepat pertumbuhannya yaitu sekitar empat persen per tahun. Tentara negara tersebut terpecah secara garis wilayah pada tahun 2006, menyusul pemecatan 600 tentara. Hal tersebut memicu kerusuhan yang mengakibatkan 37 tewas dan 150 ribu warga mengungsi dari rumah mereka. Lebih dari 2.500 personel pasukan penjaga perdamaian masih berada di negara tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2008