Bandung (ANTARA News) - Pakar Komunikasi Universitas Pajajaran, Dede Mulkan mengimbau kepada media massa untuk menghentikan penayangan hasil penghitungan cepat Pemilihan Gubernur Jabar karena tidak memberikan pembelajaran yang baik kepada masyarakat. Kepada ANTARA News, di Bandung, Senin, Dede mengatakan, penayangan pernyataan hasil penghitungan cepat tersebut harus segera dihentikan karena jika tidak dibatasi maka penggiringan keputusan terhadap hal yang belum mungkin akan diserap oleh seluruh masyarakat. "Cara masyarakat menangkap hasil tersebut akan berbeda-beda, terlebih pada orang awam yang tidak paham hasil tersebut bukanlah keputusan akhir dan hanya berupa sampling," ujar Dede. Meskipun hasilnya sangat mengejutkan, media massa harus dapat menghentikan penayangannya hingga satu hari setelah publikasi hasil penghitungan suara. "Sah saja apabila pada hari pencoblosan penayangan tersebut dilakukan karena untuk memuaskan masyarakat yang penasaran ingin mengetahui gambaran hasil akhir tetapi hentikan pemberitaan atas rujukan tersebut," ujarnya. Jika hasilnya berbeda, lanjutnya, akan terjadi kepanikan dan kebingungan di masyarakat atas perbedaan hasil penghitungan cepat dan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun bukan berarti penghentian ini harus dilakukan karena hasilnya berbeda, tetapi pembelajaran pada masyarakat atas penjelasan hasil hitung cepat ini kurang dipublikasikan. "Jika hasilnya samapun media massa harus tetap membatasi penayangan ini karena hasil yang sah pada 22 April-lah yang dapat dijadikan pijakan," kata Dede. Pakar Komunikasi Media Massa lainnya dari Universitas Pajajaran, Enni Maryani, mengatakan, penayangan hasil hitung cepat ini akan menggiring masyarakat pada keputusan yang bukan semestinya. "Jangankan masyarakat, para calonnya saja sudah merasa kemenangan ini ada di tangannya," ujarnya. Cara-cara media massa menayangkan atau menuliskan kemenangan dari hasil wawancaranya telah membuat opini kemenangan tersebut terbentuk. Enni meminta media untuk berhati-hati dalam menyikapi hal ini karena masyarakat tidak seluruhnya memiliki kemampuan membaca hasil tersebut dengan baik dan benar. "Jika terjadi perbedaan hasil hitung dengan KPU maka akan muncul kecurigaan masyarakat bahwa salah satu pihak melakukan kecurangan, maka media massa harus bertanggungjawab dalam hal ini" tegas Enni. Sebagai solusi, ia menyarankan agar media massa memberikan porsi khusus kepada KPU untuk menjelaskan proses penghitungan secara transparan dalam sepuluh hari ke depan. "Jika media massa tidak mau dilarang dan sayapun tidak setuju dengan pelarangan, maka berikan pemberitaan yang seimbang antara hasil hitung cepat dan KPU," ujarnya. Pada Pemilu Gubernur Jabar, 13 April lalu, beberapa lembaga survei membuat pemetaan tentang penghitungan suara dari 26 kota kabupaten di Jawa Barat. Dari hasil tersebut seluruh jasa hitung cepat menyatakan pasangan Achmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) yang disebut-sebut "kuda hitam" memenangkan suara terbanyak. Posisi kedua ditempati pasangan Agum Gumelar-Nu`man A Hakim (Aman) dan disusul Danny Setiawan-Iwan Sulanjana (Dai).(*) (U.K-IP/B/J003/J003) 14-04-2008 18:36:08 NNNN

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008