Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan mengatakan keputusan ekspor beras hanya dilakukan jika kondisi di dalam negeri memenuhi dua syarat utama, yaitu stok yang berlebih dan harga beras yang anjlok. "Indikator surplus atau defisit yang terbaik itu tercermin dalam harga, kalau harga turun pesat (cepat) artinya ada kelebihan stok dalam negeri," kata Mari Pangestu, di Jakarta, Selasa. Menurut Mendag, sebelum dipertimbangkan untuk melakukan ekspor maka stok beras di Bulog harus dipastikan berada di atas 3 juta ton. Sedangkan untuk indikator harga, Mendag mengatakan belum ada perhitungan patokan harga beras dalam negeri yang akan digunakan sebagai parameter pengambilan keputusan ekspor. "Tim belum membahas keadaan harga, kita baru bahas keadaan stok, tapi mekanismenya seperti `miror image` dari impor, kalau harganya di bawah sasaran pemerintah itu artinya kita dalam kondisi surplus,"jelasnya. Saat ini, pemerintah hanya memiliki target stabilisasi harga beras termurah dan harga beras umum yang dipatok antara Rp4.000-6.000 per kg. "Itu sasaran pemerintah yang dianggap harga stabil, mungkin itu kita anggap sebagai patokan. Seperti untuk menghitung kapan perlu impor,"ujar Mendag. Mendag menyatakan stok Bulog saat ini dalam keadaan cukup yaitu di atas 1 juta ton dan akan bertambah seiring pengadaan beras dalam negeri selama panen Maret-April ini. "Posisi stok awal 2008 1,5 juta ton, mereka ada pengeluaran untuk raskin tapi meraka sedang giat-giatnya mengadakan pengadaan terutama bulan April sehingga stoknya (akan) lebih tinggi dari sebelum-sebelumnya,"tambah Mendag. Sementara itu, harga beras di dalam negeri masih berada dalam kondisi stabil dan cenderung menurun karena musim panen raya. "Pada Maret, harga beras turun sebesar 2,59 persen. Pemerintah melalui pengadaan yang dilakukan Bulog, terus menjaga supaya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gabah dan beras terjaga," tutur Mendag. Harga beras dunia yang tinggi saat ini, menurut Mendag, membuat beras Indonesia sangat kompetitif. Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No.12/M-DAG/PER/4/2008 tentang ketentuan ekspor dan impor beras. Pengaturan ekspor beras, menurut Mendag, diperlukan untuk mengamankan stok beras nasional dan menghindari penyelundupan keluar wilayah Indonesia. Mendag menjelaskan kebijakan ekspor beras juga akan membantu stabilisasi harga serta menjaga kualitas stok beras. "Kalau kita bisa ekspor dalam keadaan surplus, itu membantu kestabilan harga, kita kan tidak bisa menyimpan beras lama-lama, nanti rusak dan nilainya akan turun,"kata Mari. Berdasarkan Permendag yang mulai berlaku 11 April tersebut, ekspor beras hanya dapat dilakukan dengan izin dari Departemen Perdagangan serta mendapat rekomendasi dari Menteri Pertanian dan Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan. "Ekspor beras secara bebas dilarang dan ekspor hanya dapat dilakukan apabila persediaan di dalam negeri telah melebihi kebutuhan dan hanya untuk jenis beras tertentu,"ujarnya. Pemerintah membolehkan Perum Bulog melakukan ekspor beras dengan tingkat pecahan antara 5 persen sampai 25 persen, sedangkan perusahaan swasta hanya boleh mengekspor beras ketan pulut (ketan hitam). Menurut Mendag, pergerakan stok dan harga beras sangat dinamis sehingga pemerintah memutuskan untuk menyatukan aturan ekspor beras dan aturan impornya. "Ini adalah sesuatu yang dinamis, tugas kita menstabilkan harga. Kita punya instrumen melalui Bulog, yang harus dilakukan Bulog adalah melakukan pengadaan dalam negeri, kalau tidak cukup impor kalau lebih ekspor," jelasnya. Impor beras hanya dapat dilakukan jika stok Bulog berada di bawah 1 juta ton dan harga beras melonjak tinggi. Mendag menegaskan, sebelum ekspor dan impor berlangsung, pemerintah akan memastikan pelaksanaan verifikasi di pelabuhan muat untuk mencegah penyimpangan. Khusus mengenai impor beras, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida mengatakan tetap ada pengaturan masa impor yaitu dua bulan sebelum panen, selama panen, dan satu bulan sesudah panen.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008