Jakarta (ANTARA News) - Penerapan hasil perjanjian kerjasama kemitraan (Economic Partnership Agreement/EPA) di antara Indonesia dengan Jepang diharapkan dapat dimulai pada Agustus 2008 setelah proses ratifikasi dirampungkan kedua belah pihak. "Targetnya Agustus ini," kata Menteri Perdagangan (Mendag), Mari Elka Pangestu, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, proses ratifikasi yang dilakukan Indonesia sudah hampir selesai, tinggal menunggu ratifikasi oleh Pemerintah Jepang. "Dari kita sudah selesai diterjemahkan dan HS (pos tarif) nomor berapa saja yang masuk dalam perjanjian. Sekarang sudah masuk ke Sekretaris Negara dan Departemen Luar Negeri. Kalau Jepang, baru akan membahasnya bersama parlemennya dalam minggu ini," jelasnya. Perjanjian EPA dengan Jepang yang ditandatangani pada 20 Agustus 2007 di Jakarta itu terdiri atas tiga pilar, yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta capacity building. Dalam bidang perdagangan Indonesia dan Jepang akan menghapuskan Bea Masuk (BM) bagi produk ekspor masing-masing. Pada saat perjanjian itu berlaku, Jepang akan menghapuskan BM untuk 80 persen dari 9.275 pos tarifnya, 10 persen dari pos tarif BM-nya dihapus bertahap antara tiga hingga 10 tahun, dan 10 persennya dikecualikan. Sedangkan, Indonesia akan menghapuskan BM untuk 58 persen dari 11.163 pos tarif, 35 persen dari pos tarif dilakukan penurunan BM secara bertahap antara tiga hingga 10 tahun, dan tujuh persen dikecualikan. Dalam bidang jasa, Jepang dan Indonesia sepakat membuka akses untuk pasar tenaga perawat medik dan tenaga perawat lansia (lanjut usia). Indonesia akan memberikan fasilitasi pembukaan perdagangan jasa teknik, penelitian dan pengembangan, penyewaan dan leasing di luar usaha penerbangan, jasa perbaikan dan perawatan otomotif terkait pabrik yang ada di Indonesia kecuali kapal laut dan penerbangan. Selain itu, Jepang diperbolehkan memiliki 49 persen saham perusahaan di sektor jasa. Dalam hal capacity building, Jepang akan memberi bantuan teknis di sektor energi, industri manufaktur, pertanian, perikanan, pelatihan dan keterampilan tenaga kerja, serta promosi ekspor dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Jepang juga sepakat membantu pembangunan pusat pengembangan industri (Manufacturing Industry Development Center/MIDEC). Kesepakatan khusus yang dicapai adalah pemberian akses bebas masuk bagi produk bahan baku buatan Jepang untuk diproses oleh perusahaan Jepang di Indonesia yang disebut dengan mekanisme User Specific Duty Free Scheme (USDFS). Sebagai kompensasinya, Jepang akan memberikan pelatihan kepada pabrik di industri pemakai bahan baku tersebut. Penandatanganan kesepakatan itu diharapkan dapat meningkatkan akses pasar barang ekspor Indonesia ke Jepang melampaui 20 persen dari total ekspor Indonesia yang mencapai 21 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada 2006. Kesepakatan itu juga diperkirakan akan membuka peluang bisnis sebesar 65 milar dolar AS pada 2010. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008