Kairo (ANTARA News) - Lima wartawan Indonesia yang masih bertahan, setelah meliput bantuan kemanusiaaan dari pemerintah dan rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina, Sabtu pukul 11.00 waktu setempat (16.00 WIB), mendatangi "Press Center" pada "State Information Service" --Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo)--di Kairo, Mesir, guna mengurus izin untuk melakukan peliputan di Rafah, perbatasan Mesir dan Palestina. Dengan diantar Sekretaris II Kedutaan Besar (Kedubes) Republik Indonesia (RI) Danang Waskito dan staf Bidang Penerangan KBRI Kairo Amir Syarifuddin, kelima wartawan dimaksud diterima langsung General Manager (GM) "Press Center" Ali Abrahim didampingi Wakil Direktorat Urusan Pers Asing Ny Azzah. Para wartawan yang mengurus izin dan mendapat rekomendasi itu adalah Ismail Fahmi (TV One), Firtra Ratory (TV One), Hanibal Widada Yudya Wijayanta (ANTV), Mahendro Wisnu Wardono (Metro TV) dan Andi Jauhari (LKBN ANTARA). Setelah sempat berdialog satu jam, akhirnya surat rekomendasi bagi para wartawan Indonesia itu bisa dikeluarkan guna dipakai untuk melakukan peliputan di Rafah, daerah perbatasan Mesir-Palestina. Awalnya, seperti lazim dilakukan terhadap wartawan asing, bentuk rekomendasi itu hanyalah berupa jaminan dari "Press Center" Mesir di Kairo, yang intinya mereka "akan menelepon pihak berwenang di lapangan bila terjadi sesuatu. Namun, setelah berdiskusi dalam suasana hangat dan bersahabat, dan dijelaskan bahwa para wartawan Indonesia itu pada tanggal 9 Januari telah masuk ke Rafah dan masuk dalam delegasi resmi tim kemanusiaan Indonesia untuk menyalurkan bantuan bagi rakyat Palestina melalui pintu Rafah, untuk selanjutnya dibawa ke Jalur Gaza, diperoleh "peningkatan status", dimana kemudian pihak "Press Center" akhirnya bersedia memberikan rekomendasi berbentuk surat tertulis dalam bahasa Arab. "Pemberian surat (rekomendasi) itu sungguh suatu kemajuan yang cukup mengejutkan, karena selama ini, jangankan di daerah perbatasan yang sedang dilanda konflik, untuk di Kairo saja hanya dilakukan melalui telepon seperti dijelaskan tadi," kata Danang Waskito, diplomat yang sudah tiga tahun bertugas di KBRI Mesir itu. Bahkan, pihak "Press Center" Pusat di Kairo kemudian memberikan nomor kontak perwakilannya di Kota El-Arish, ibukota Provinsi Sinai Utara dimana Rafah masuk dalam wilayah hukum dan administratif provinsi itu, bernama Yahia untuk dapat diminta bantuan bila ada masalah di lapangan. "Silakan hubungi El-Arish `Press Office` bernama Yahia bila ada permasalahan di lapangan," kata Ali Abrahim. Menurut Danang Waskito, meski surat rekomendasi tertulis itu sudah diperoleh dari "Press Office", namun mereka tetap menegaskan bahwa hal itu bukan surat izin, namun berupa rekomendasi kepada pihak berwenang lain di El-Arish yang menyatakan ada lima wartawan Indonesia yang akan dan sedang meliput di Rafah. "Kami di KBRI akan tetap membantu kawan-kawan, yakni menembuskan surat rekomendasi ini kepada Kementrian Luar Negeri Mesir dan `Amnu El Daulah` (State Security) untuk diketahui oleh dua lembaga paling berwenang terhadap arus keluar-masuk orang asing di Mesir," katanya. Ia menjelaskan bahwa pihak "Press Center" sendiri juga mengingatkan bahwa rekomendasi itu tetap dalam kaitan ada risiko "tanggung jawab sendiri" yang mesti siap dialami para wartawan di lapangan. Pihaknya juga mengingatkan agar "pesan simbolik" soal risiko itu tetap dijadikan rujukan utama para wartawan, dengan sedapat mungkin mengikuti aturan main yang ditetapkan, terlebih daerah El-Arish dan bahkan sepanjang pegunungan Sinai, adalah wilayah hukum militer, terkait situasi negara Mesir yang sejak terbunuhnya Presiden Anwar Sadat tahun 1981 hingga kini masih ditetapkan dalam status "darurat militer". Dikemukakannya bahwa masuknya wartawan Indonesia hingga mencapai Rafah itu membuat kaget wartawan dalam negeri Mesir sendiri --bahkan wartawan media pemerintah--karena mereka hingga kini belum ada yang diizinkan untuk bisa meliput hingga ke Rafah. "Beberapa wartawan dalam negeri Mesir menghubungi saya dan menyatakan kekagetannya wartawan Indonesia sudah masuk Rafah, sementara mereka sendiri hingga kini belum mendapat izin untuk masuk ke sana," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009