Kupang (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Kapolda NTT), Brigjen Polisi R.B. Sadarun, menegaskan bahwa penangkapan terhadap dua warga negara Timor Leste di Atambua, Kabupaten Belu, beberapa hari lalu oleh Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) atas permintaan Jaksa Agung Timor Leste. Polda NTT sama sekali tidak mengetahui motif penangkapan itu, tetapi diduga kedua warga Timor Leste itu adalah pengikut Mayor Alfredo yang melarikan diri ke Indonesia melalui "jalan tikus" pasca-insiden penyerangan terhadap Presiden Timor Leste, Ramos Horta, dan Perdana Menteri (PM) Timor Leste, Kay Rala Xanana Gusmao, katanya di Kupang, Selasa. Dia mengemukakan hal itu terkait kesimpangsiuran berita seputar penangkapan dua warga negara Timor Leste oleh Mabes Polri di Atambua,dan telah dibawa ke Jakarta pada Sabtu (19/4) untuk dilakukan pemeriksaan. Menurut dia, penangkapan itu dilakukan setelah ada koordinasi antara Jaksa Agung Timor Leste dengan Jaksa Agung RI, dan antara kedua kepala negara. Polisi hanya melaksanakan perintah untuk melakukan penangkapan. Kapolda mengakui, ada tiga warga negara Timor Leste yang ditangkap sesuai dengan permintaan Jaksa Agung Timor Leste, tetapi hanya dua yang ditangkap di Atambua, Belu sementara satu lainnya ditangkap di Jakarta. Dua warga negara Timor Leste yang ditangkap di Atambua itu adalah Azanko dan Aegidio Lai Carvalho, sedangkan satu lainnya atas nama Jose Gomes yang ditangkap di Jakarta. "Memang ada tiga orang, tetapi satunya ditangkap di Jakarta, sehingga dari awal saya hanya menyebut dua orang yang ditangkap di Atambua, Belu," katanya. Mengenai identitas yang ditangkap apakah warga sipil biasa atau mantan militer, dia menambahkan, tidak mengetahui persis identitas tiga warga negara Timor Leste itu, karena dalam proses penangkapan itu, Polda NTT hanya membantu tim dari Mabes Polri. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008