Dili (ANTARA News) - Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta, Selasa meminta parlemen mencabut keadaan darurat yang diberlakukan setelah satu serangan terhadapnya Februari lalu. Tetapi ia mengatakan keadaan siaga akan diperpanjang untuk satu bulan lagi di sebuah distrik di mana tentara-tentara pemberontak yang terlibat dalam usaha pembunuhan itu diduga bersembunyi. "Hari ini saya akan mengirim sepucuk surat kepada parlemen meminta lembaga itu memperpanjang keadaan darurat di distrik Ermera dan mencabut keadaan darurat di semua distrik lainnya," kata Ramos Horta kepada wartawan seperti dikutip Reuters. Pemenang hadiah Perdamaian Nobel berusia 58 tahun itu nyaris tewas ketika ia ditembak dua kali, setelah pria-pria bersenjata yang setia kepada pemimpin pemberontak Alfredo Reinado melancarkan serangan subuh di kediaman Presiden serta Perdana Menteri Xanana Gusmao di Dili Februari. Keadaan darurat diumumkan di Timor Leste setelah serangan itu. Keadaan darurat itu akan berakhir Selasa ini. Ramos Horta pulang pekan lalu setelah lebih dua bulan dirawat di Australia akibat luka-luka yang dideritanya. Gusmao selamat tanpa cedera dalam serangan terpisah pada hari yang sama. Pasukan keamanan akan terus menjelajahi distrik Ermera di mana pemimpin pemberontak Gastao Salsinha diduga bersembunyi, kata presiden. Salsinha mengambil alih komando tentara yang memberontak setelah pemimpin mereka Reinado tewas dalam serangan di kediaman Ramos Horta. Negara termuda Asia itu tidak stabil sejak meraih kemerdekaan dari Indonesia tahun 2002. Tentara Timor Leste terbelah dua berdasarkan asal daerah tahun 2006, ketika sekitar 600 tentara dipecat, yang memicu aksi kekerasan antar kelompok-kelompok yang menewaskan 37 orang dan menyebabkan 150.000 orang lainnya mengungsi. Lebih dari 2.500 tentara asing dan polisi tetap berada di negara itu untuk membantu pasukan keamanan lokal menjaga stabilitas.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008