Kediri (ANTARA News) - Kasus hukum Wali Kota Kediri Syamsul Ashar terkait penghapusan nama Gunardi, salah satu peserta seleksi calon pegawai negeri sipil yang sebelumnya dinyatakan lulus, bakal dihentikan, menyusul rencana Polresta Kediri mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Wakil Kepala Polresta Kediri Kompol Kuwaidi, Selasa mengatakan hingga kini pihaknya masih belum bisa menemukan adanya unsur pidana, perdata, dan pelanggaran tata usaha negara yang dilakukan wali kota itu.

"Saksi ahli juga menilai kasus ini belum masuk dalam ranah pidana, perdata, dan PTUN," katanya usai bertemu para saksi ahli yang diundang untuk memberikan keterangan terkait kasus hukum yang melibatkan orang nomor satu di Kota Kediri tersebut.

Saksi ahli yang didatangkan itu adalah Dr Philipus Hadjon dan Dr Nur Basuki, keduanya dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, serta Prof Masruchin Rubai, pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.

Wakapolresta mengungkapkan dalam rapat pertemuan itu dibahas pasal yang digunakan untuk menjerat wali kota, yaitu Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemberian Keterangan Palsu.

Namun, dari pembahasan tersebut, pakar menyebutkan tidak ada yang memenuhi unsur-unsur pelanggaran, baik pidana, perdata, maupun PTUN.

Walaupun belum memenuhi unsur-unsur tersebut, pihaknya belum bisa memberikan ketegasan akan memberikan SP3 dalam kasus Wali Kota Kediri tersebut karena keterangan para saksi ahli itu belum cukup kuat dijadikan dasar keputusan.

"Keterangan dari saksi ahli merupakan satu dari lima alat bukti, jadi, kami belum bisa menyimpulkannya," kata Kuwaidi.

Selain diikuti tiga saksi ahli, pertemuan itu juga diikuti perwakilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jatim, dan beberapa pihak terkait lainnya.

Sementara itu, Setijo Boesono selaku penasihat hukum wali kota, mengatakan Pemkot Kediri sudah melakukan klarifikasi tentang kasus tersebut, di antaranya tidak memberikan nomor induk pegawai (NIP) kepada para pegawai yang tidak terdaftar secara resmi.

"Pemkot sudah melakukan kebijakan untuk tidak meluluskan dan tidak mendapatkan NIP bagi nama-nama tersebut. Masalah itu hanyalah kesalahan administrasi saja," kata Setijo.

Penerimaan CPNS di Kota Kediri menimbulkan persoalan. Bahkan, sejak pendaftaran sudah menuai protes karena panitia sempat menolak ijazah sarjana lulusan perguruan tinggi agama Islam. Hal ini mengakibatkan tes CPNS berlangsung dua kali.

Hasil tes penerimaan CPNS pun juga bermasalah. Koalisi Masyarakat Antikorupsi Kediri telah menemukan lima nama CPNS yang dianggap siluman.

Nama-nama tersebut sebelumnya tidak tercantum dalam hasil tes yang diumumkan PT LAPI selaku rekanan Pemkot Kediri dalam penerimaan CPNS 2009 itu.

Karena keputusan Pemkot Kediri yang meniadakan NIP bagi nama-nama CPNS siluman tersebut, saat ini jumlah yang diterima dan diproses ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) hanya 433 orang, dari formasi 440 orang CPNS. (M038/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010