Bandung (ANTARA News) - Kondisi neraca finansial perusahaan yang minus menjadi ganjalan serius bagi PT Dirgantara Indonesia untuk melakukan ekspansi yang lebih progresif memproduksi pesawat terbang dan pengerjakan proyek strategis lain di sektor kedirgantaraan.

"Dari sisi teknologi cukup membanggakan dan sangat bagus. Dengan potensi itu PTDI sebenarnya bisa melangkah lebih maju lagi, namun sayang neraca finansial yang minus menjadi beban industri strategis itu untuk melakukan ekspansi yang lebih besar," kata Anggota Komisi I DPR Enggartiasto Lukito pada kunjungan Komisi I DPR di PTDI di Bandung, Kamis.

Kunjungan kerja Komisi I DPR itu diterima oleh Direktur Utama PTDI Budi Santoso serta jajaran direksi perusahaan dirgantara nasional itu. Dalam kesempatan itu, direksi PTDI memaparkan kondisi terkini perusahaan yang didirikan pada 1970-an itu, termasuk kendala yang dihadapi selama ini.

Menurut Enggar, PTDI merupakan perusahaan yang progresif namun perlu keberpihakan pemerintah yang lebih besar lagi untuk membesarkan kembali PT Dirgantara Indonesia.

Salah satunya dengan mengupayakan penyehatan neraca keuangan BUMN strategis itu. Karena menurut Enggartiasto selama neraca perusahaan itu belum bisa diatasi, selanjutnya sulit bagi PTDI untuk jauh melangkah menjadi industri yang dapat diandalkan.

Ia menyebutkan, bila neraca bagus maka akses pembiayaan dari perbankan tidak akan menjadi masalah. Sedangkan saat ini proses pembiayaan produksi masih jauh dari ideal sehingga perusahaan itu belum mampu memberikan lompatan yang berarti.

"Perlu ada upaya terobosan untuk menyehatkan neraca PTDI, salah satunya perlu ada konversi beban utang perbankan dan rekening dana investasi (RDI) menjadi modal perusahaan, sehingga neraca keuangan PTDI bisa lebih baik," kata anggota Komisi I dari Fraksi Golkar itu.

Pada kesempatan itu, politisi asal Cirebon Jawa Barat itu mengusulkan agar BUMN strategis, yakni PTDI, PT Pindad dan PT Len Industries menggandeng konsultan yang kompeten. Selain itu perlu dipetakan program jangka menengah dan jangka panjang yang jelas untuk 10 tahun atau 15 tahun.

"Bila neraca perusahaan sehat, saya yakin dengan teknologi yang dimiliki BUMN strategis yang kita miliki akan baik sekali," katanya.

Ia menyebutkan, PTDI, Pindad dan PT Len Industries perlu melakukan restrukturisasi secara menyeluruh, termasuk dalam hal meningkatkan kemampuan pemasaran.

"Perlu tim pemasaran khusus untuk meyakinkan `user`, tim pemasaran PTDI, Pindad dan PT Len harus mampu meyakinkan pemerintah dalam hal ini Dephan dan TNI untuk menggunakan produk BUMNIS, dan saya yakin kualitasnya bagus dan bersaing," kata Enggar.

Ia mencontohkan bagaimana tingginya intervensi pemerintah China dalam memasarkan produk pesawat terbang propduk pabrikan "Negeri Tirai Bambu" itu ke salah satu maskapai penerbangan nasional.

"Intervensi pemerintah terhadap industri cukup tinggi dari produksi hingga pemasaran, sehingga potensi industri yang strategis seperti PTDI itu tidak boleh dilepas. Kemampuan teknologi CN-235 tangguh dan tak kalah dari produk pesawat mereka," kata Enggar.

Selain itu, Enggar juga berharap perawatan pesawat-pesawat terbang memanfaatkan jasa PT Dirgantara Indonesia, sebagai bentuk keberpihakan terhadap perusahaan dirgantara nasional.

Sementara itu Ketua Tim Komisi I DPR Kemal Azis Stamboel menyatakan, dari hasil kunjungan kerja Komisi I ke beberapa BUMN strategis di Bandung mendapatkan gambaran dan kondisi perusahaan yang hampir sama yakni perlunya adanya restrukturisasi finansial dan keberfihakan pemerintah yang lebih besar lagi untuk memanfaatkan produk lokal.

"Komitment pemerintah untuk membeli produk BUMNIS cukup besar, namun terkendala pada anggaran yang terbatas. Dewan berharap pemerintah meningkatkan kembali penyerapan produk lokal, bila ada produk dalam negeri yang kualitasnya sesuai standard kenapa harus membeli dari luar negeri," kata Stamboel, politisi dari Fraksi PKS itu menambahkan. (S033/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010