Sebuah film tentang KH Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah dan Pahlawan Nasional Indonesia, menyapa penikmat bioskop pada momentum Idul Fitri.

Film tersebut tampil sebagai keteladanan seorang pemuda asal Yogyakarta yang dikemas apik dalam film karya sutradara Hanung Bramantyo berjudul "Sang Pencerah".

Hadir meramaikan film produksi Multi Vision Plus Pictures itu, Lukman Sardi (KH Ahmad Dahlan), Zaskia Adya Mecca (Istri KH Dahlan, Siti Walidah), Giring "Nidji" (Sudja), Ihsan "Idol" (Kyai Dahlan muda), Slamet Rahardjo (Kyai Penghulu Kamaludiningrat), Ikranegara (KH Abu Bakar), dan Dennis Adiswara (Kyai Hisyam muda).

Selama lebih dari dua jam, kisah masa muda Ahmad Dahlan dan perjuangannya membawa pembaruan dan pencerahan dalam Islam ditampilkan melalui atmosfer kehidupan rakyat Yogjakarta tahun 1800-an.

Film ini seolah ingin membawa angan penonton menembus batasan waktu dan menyusuri jejak langkah Ahmad Dahlan, melalui suasana Masjid Kauman dan sudut-sudut Kota Yogyakarta pada 100 tahun lalu, dengan make-up dan wardrobe yang sesuai pada masa itu.

Dahlan muda

Dikisahkan dalam film itu, Dahlan terlahir dengan nama Muhammad Darwisy, di Yogyakarta, 1 Agustus 1868.

Darwisy adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga KH Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibunya KH Ahmad Dahlan adalah puteri dari H Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.

Sepulang dari Mekah, ia mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Dalam usianya yang masih 21 tahun, Dahlan mulai mengalami kegelisahan melihat pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah bid`ah.

Islam menjadi identik dengan kirim sesaji untuk leluhur dan memercayai hal mistik dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga mempercayai arah kiblat yang ternyata tidak tepat.

Upaya Dahlan untuk meluruskan hal tersebut mendapat banyak tentangan dari para kyai sepuh di Yogyakarta dan sekitarnya.

Dahlan dituduh mengajarkan aliran sesat, surau depan rumahnya dirobohkan paksa. Da dituding sebagai kyai kejawen karena ia dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di perkumpulan Budi Utomo, dan dianggap kyai kafir karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda.

Bersama sang istri, Siti Walidah, dan kelima murid setianya: Sudja, Fahrudin, Hisyam, Syarkawi, dan Abdulgani, ia kemudian membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.

Mengalir

"Agama itu apa sih, guru?" tanya seorang murid yang tengah belajar di dalam surau milik Ahmad Dahlan.

Sosok yang ditanya tak menjawab, ia kemudian meraih dan memainkan biolanya. Gesekan biola itu terdengar syahdu membuat muridnya memejamkan mata, menyunggingkan senyum.

"Islam itu indah, membawa kesejukan dan kedamaian bila dipelajari dengan benar, dan sebaliknya akan terjadi kekacauan bila tidak dipahami dengan benar," ujar Dahlan.

Demikian salah satu adegan dalam film "Sang pencerah". Hanung tak hendak menggurui penonton dengan memasukkan sebanyak mungkin dialog ajaran agama.

Melalui adegan itu, diharapkan penonton dapat memahami makna yang tersirat dari dialog guru dan murid.

Sang sutradara membebaskan penonton untuk menafsirkan dan memberi makna dari rangkaian dialog dan cerita.

Melalui penghayatan peran Lukman Sardi, tokoh ahmad Dahlan yang dia mainkan tampak penuh wibawa, tak banyak berkata-kata, tidak mengumbar kata dakwah, dan lebih menonjolkan sosok pemikir yang visioner.

Kepiawaian sang sutradara menghadirkan makna dalam dialog dan adegan membuat film ini nyaman ditonton hingga akhir.

Sangat berbeda dibandingkan sejumlah film tanah air yang sering memasukkan begitu banyak dialog, tapi sang tokoh masih kurang menghayati peran yang dibawakan.

Lukman Sardi, aktor muda yang sebelumnya membintangi film "Sang Pemimpi", "Merah Putih", "Quicky Express", dan "Tanah Air Beta" tampak makin terasah kemampuannya bermain peran.

Tanpa banyak dialog, ekspresi wajahnya mampu menghadirkan emosi yang kuat dan pergolakan batin yang luar biasa.

Tak heran bila adegan Dahlan sekuat tenaga meredam emosi dan amarah saat suraunya dirobohkan massa, beberapa perempuan terdengar terisak di bangku penonton.

Selain menarik dari alur cerita yang mengalir ringan, "Sang Pencerah" juga menarik dari sisi pakaian atau kostum dan properti.

Kabarnya diperlukan waktu satu tahun untuk melakukan riset dan persiapan agar pakaian dan properti yang digunakan sesuai dengan masa muda Ahmad Dahlan dulu.

Kostum yang terdiri atas jubah, celana, kemben, topi dan penutup kepala, tipe dan warnanya dijahit sendiri berdasarkan referensi dokumen foto milik arsip Muhammadiyah, buku-buku berbahasa Belanda, dan riset melalui internet.

Hasilnya, kain batik lawasan dan kain vintage yang didominasi warna khaki dan krem menjadi kostum yang dikenakan para pemain dan figuran film ini.

Koordinator wardrobe, Retno, mengungkapkan total kain batik yang digunakan dalam film ini mencapai 700 kain yang dijahit sendiri dan melalui pencucian khusus untuk mendapatkan kesan vintage.

Suguhan kostum dan properti yang bergaya vintage ini menjadi sebuah karya seni yang indah dibandingkan film-film Indonesia saat ini yang mengambil latar belakang kekinian, dengan kostum dan properti modern.

Milad Muhammadiyah

Hanung Bramantyo dalam sambutannya di Gala Premiere "Sang Pencerah", mengungkapkan film ini merupakan sebuah persembahan untuk warga Muhammadiyah yang pada 2010 memeringati satu abad lahirnya organisasi itu.

Melalui teladan yang ditampilkan dalam sosok Ahmad Dahlan di film ini, Hanung juga berharap dapat menghidupkan kembali kebesaran tokoh KH Ahmad Dahlan, pemikiran-pemikirannya, serta menginspirasi generasi muda untuk berbuat sesuatu untuk negeri ini.

Untuk merangkul segmen anak muda, film ini diperkuat bintang muda seperti Giring "Nidji", Dennis Adiswara, Lukman Sardi, dan Zaskia Adya Mecca.

Meski tampil pada tahun 1800an, para pemain muda ini dapat menjiwai dan memaknai peran masing-masing, lepas dari sosok mereka sebagai selebritas muda yang digandrungi remaja saat ini.

Pendekatan anak muda, tampaknya menjadi pilihan Hanung yang juga bertindak sebagai eksekutif produser dalam film ini.

Melalui para pemain muda dan cerita masa muda Ahmad Dahlan, penonton akan dibawa dalam suasana yang sangat dekat dengan sang pendiri Muhammadiyah itu.

Lewat film ini, generasi muda Indonesia dapat belajar dari Ahmad Dahlan.

Di usia muda, ia mengobarkan semangatnya yang pantang menyerah, antusiasme, dan inspirasi kepada orang-orang di sekitarnya. Dan kelak, menginspirasi warga Muhammadiyah yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia.

*s018/s018

Oleh Desy Saputra
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010