London (ANTARA News) - Kendaraan berbahan bakar hayati (biofuel) yang "ramah lingkungan" menjadi bumerang bahkan mungkin ikut memperbesar perubahan iklim, ungkap suatu laporan.

Nuffield Council on Bioethics menemukan bahwa tanaman yang dijadikan bahan bakar ternyata telah mendorong kenaikan harga pangan, meningkatkan penebangan hutan dan mengancam binatang.

Lembaga riset itu mengatakan tanaman untuk biofuel telah menyebabkan kondisi "mirip perbudakan" di perkebunan gula di negara berkembang dan mungkin telah meningkatkan emisi gas rumah kaca.

Laporan itu menilai kebijakan biofuel Inggris "tidak etis" dan meminta adanya pedoman untuk memastikan masa depan "bahan bakar "hijau" memberi lebih banyak manfaat dibanding kerugiannya.

Kebanyakan biofuel berasal dari jagung, tebu, minyak kelapa sawit dan minyak lobak. Menurut hukum, setidak-tidaknya 5 persen bensin dan solar di Inggris harus biofuel pada tahun 2013. Saat ini masih 3 persen.

Tujuan penggunaan biofuel adalah untuk mengurangi emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan mencegah perubahan iklim yang dibuat manusia.

Tetapi, laporan menunjukkan bahwa gencarnya penyebarluasan biofuel justru mendantangkan bencana.

Laporan itu mengemukakan bahwa membabat hutan tropis untuk tanaman biofuel di Brasil, Malaysia dan Indonesia justru membuat masyarakat setempat terusir dan terancamnya kelestarian orangutan.

Di Amerika Serikat, tanaman jagung yang awalnya untuk pangan kini jadi bahan baku biofuel sehingga panen berkurang dan harga pangan naik.
(ENY/A038)

Penerjemah:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011