Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung pemberian kewenangan bagi intelijen untuk melakukan penangkapan terhadap orang atau kelompok yang dicurigai terkait terorisme.

"Pemerintah harus membuat Undang Undang Antiterorisme yang mengigit. Beri peluang intel untuk menangkap orang yang dicurigai, tapi dengan tidak melanggar HAM," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Kamis.

Said Aqil mengemukakan hal itu saat menggelar pertemuan dengan sepuluh organisasi kemasyarakat Islam di kantor PBNU. Dalam pertemuan itu disepakati pembentukan Forum Persahabatan Ormas Islam.

Ke-10 ormas yang hadir adalah NU, Al Irsyad, Persis, Syarikat Islam Indonesia, Al Wasliyah, Mathlaul Anwar, Rabithah Alawiyah, Az Zikra, Al Itihadiyah, dan Perti.

Lebih lanjut Said Aqil mengatakan, dengan memiliki kewenangan menangkap, diharapkan tindakan pencegahan terhadap aksi terorisme bisa lebih efektif.

"Kalau sekarang tidak bisa menangkap sebelum ada kejadian. Jadi harus menunggu bom meledak dulu," katanya.

Menurut Said Aqil, ke-10 ormas Islam sepakat bahwa radikalisme di Indonesia, baik dalam arti akidah maupun gerakan, sudah sangat membahayakan.

"Kita prihatin, mereka memiliki jaringan luas dan sistem yang baku," kata Said Aqil.

Bahkan, lanjutnya, kelompok ini bukan hanya merekrut anggota dari kalangan masyarakat awam, namun juga dari kalangan terpelajar.

Ia merujuk pada tertangkapnya belasan orang yang dicurigai terlibat bom buku dan bom Serpong yang beberapa diantaranya berstatus sarjana.

Menurut Said Aqil, jika radikalisme dibiarkan terus berkembang, maka akan merongrong eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Kita ingin pemerintah tegas agar gerakan radikalisme bisa dihilangkan," kata kiai alumni Universitas Ummul Qura Arab Saudi itu.(*)
(T. S024/S019)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011