Masalah sistem keperawatan serta kompetensi, kewenangan dan pengakuan terhadap perawat, terjadi karena belum ada regulasi yang kuat dalam bentuk UU Keperawatan
Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Gerakan Nasional UU Keperawatan, Harif Fadhillah, mengatakan, kontribusi para perawat di Indonesia dalam pelayanan kesehatan terutama menyangkut program besar dunia untuk meningkatkan pencapaian tujuan pembangunan millenium (MDG`s), masih terkendala belum adanya UU Keperawatan.

"RUU Keperawatan telah diajukan drafnya secara resmi ke DPR RI sejak 2004, namun sampai hari ini prosesnya belum ada kemajuan yang berarti, walaupun secara urgensi RUU Keperawatan sudah tidak perlu diperdebatkan lagi dengan teah masuk prolegnas prioritas DPR RI tahun 2009, 2010 dan saat ini 2011," kata Harif Fadhillah di Jakarta, Selasa, terkait dengan Hari Keperawatan Sedunia (International Nurses Day) 2011 yang jatuh pada Kamis (12/5).

Karena itu, katanya, perlu dorongan yang lebih kuat lagi kepada "stake holder" terutama pemerintah dan DPR untuk segera mempercepat disahkannya UU Keperawatan agar para perawat dapat leluasa berperan dan membantu masyarakat dalam menerima pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.

Tema Hari Keperawatan Sedunia (International Nurses Day) 2011 yang dirilis oleh International Council of Nurses pada 2011 adalah "Closing the gap: Increasing Access and Equity" . "Thema tersebut sejalan dengan kondisi keperawatan di Indonesia saat ini yang berusaha merevitalisasi perannya untuk berkontribusi dalam pelayanan kesehatan," kata Harif.

Menurut dia, pengalaman menunjukkan bahwa perawat banyak mendapatkan hambatan untuk memberikan akses pelayanan berkualitas dan pemerataan karena terbatas pada belum adanya sistem yang mengatur dan memberikan jaminan perawat yang berkualitas, yang mampu dan boleh memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai akses, dan belum dipertegasnya hal-hal yang boleh dan benar dilakukan oleh perawat yang berada pada kondisi-kondisi geografis di mana belum terjadi pemerataan sumber-sumber pelayanan kesehatan.

"Masalah sistem keperawatan serta kompetensi, kewenangan dan pengakuan terhadap perawat, terjadi karena belum ada regulasi yang kuat dalam bentuk UU Keperawatan," tegasnya.

Disi lain, katanya, perawat Indonesia juga diharapkan menjadi komoditas pemenuhan tenaga kerja profesional global yang perlu disiapkan betul agar perawat Indonesia dapat membawa nama bangsa, dan mampu bersaing di kancah global serta mendapat perlindungan yang cukup. Namun, kenyataannya banyak perawat Indonesia di luar negeri menghadapi masalah tidak diakui setara kompetensinya (down grade) dan masalah-masalah legalitas sebagai perawat.

Sebagai contoh, katanya, baru-baru ini perawat Indonesia nyaris "bedol desa" dikembalikan oleh Pemerintah Kuwait akibat sistem pendidikan dan pengakuan yang belum dikenal, sebagaimana negara-negara lain yang telah mempunyai UU Keperawatan (nursing act) seperti Filipina, Thailand, Malaysia dan lain-lain.

"Sungguh menyedihkan, memang kita negara besar dan sekarang menjadi ketua ASEAN 2011, tetapi untuk perawat masih setara dengan Laos dan Vietnam," ujarnya.

Untuk itu, Harif meminta kepada seluruh komponen perawat di Tanah Air yang bernaung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), agar dalam memperingati Hari Perawat Sedunia, bukan sekadar unjuk gigi dan pengharapan berkontribusi untuk membantu pemerintahan, tetapi juga berjuang untuk mendesak pengesahan UU Keperawatan sebagai bentuk untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa.

"Kegiatan yang dilakukan adanya aksi damai di hampir seluruh provinsi untuk menyuarakan UU Keperawatan, dan kegiatan lainya yang dikemas sedemikian rupa untuk tetap mengingatkan kita masih punya cita-cita luhur yang belum selesai, karena sebesar apapun perawat berkiprah tidak aka nada orang yang menghargai kiprah tersebut kalau sitemnya tidak dibangun bersandarkan UU Keperawatan," ujarnya.
(*)
(A041)

Copyright © ANTARA 2011