Medan (ANTARA News) - Wisatawan di sejumlah objek wisata di Sumatera Utara (Sumut), seperti Bukit Lawang dan Pantai Gudang Garam, Selasa, mengeluhkan banyaknya kutipan untuk masuk ke kawasan wisata itu.

"Di Pantai Gudang Garam, Serdang Bedagai, misalnya, di luar parkir, pengunjung diwajibkan membayar retribusi sebanyak dua kali yang dikutip Satpol PP (Pamong Praja) dan petugas yang dikawal aparat keamanan yang mengaku dari pihak pengelola kawasan," kata Hj.Agustina S, yang mengunjungi objek wisata itu.

Petugas Satpol PP, masih kata warga Jalan Serdang, Medan itu, mewajibkan setiap pengunjung membayar Rp3.000 per orang, sedangkan petugas pengelola meminta Rp5.000 per orang.

Uang parkir kenderan roda empat dikenakan Rp5.000 per kendaraan.

"Selain retribusi uang masuk yang dinilai mahal, kesalnya bertambah karena jarak antara kutipan petugas Satpol PP dan pengelola tidak jauh, dengan gaya meminta kutipan yang arogan pula," katanya.

Pengunjunhg semakin kecewa, karena selain lokasi kawasan objek wisata itu jorok bahkan terkesan kumuh, harga makanan/minuman yang dijual di kawasan itu sangat mahal.

"Namanya dekat pantai, harga ikan dan udang lebih mahal bahkan dibandingkan dengan harga di plasa. Sering kali datang penyesalan mengunjungi objek wisata di Sumut, tetapi mau kemana lagi kalau liburan seperti ini," kata Agustina yang mengaku berlibur bersama keluarga dan kerabatnya.

Keluhan serupa dinyatakan Norma, pengunjung di Bukit Lawang, Langkat.

"Aneh, kenapa meski sampai tiga kali kutipan, mulai mengaku untuk pemerintah daerah, pengelola, dan OKP (organisasi kepemudaan). Kalau memang harus bayar, buat aja satu kali kutipan," kata warga kawasan Jalan Pancing, Medan, itu.

Menurut dia, semua pengunjung pasti kesal diperlakukan seperti itu, apalagi, uang retribusi tidak kelihatan manfaatnya untuk kawasan objek wisata tersebut. Hal ini tercermin dari fasilitas yang tidak memadai, seperti jalan menuju pondok dan toilet umum.

"Ke mana semua uang retribusi itu ya, masa sih pemda tidak tahu ada kutipan tersebut," kata Norma yang pegawai di salah satu perusahaan perkebunan di Medan.

Pengamat pariwisata Sumut, Henry Hutabarat, mengakui, kutipan atau retribusi yang banyak dan mahal itulah yang menjadi salah satu masalah besar dalam pengembangan dan promosi objek wisata di Sumut.

Masalah lainnya adalah tidak terawatnya objek wisata serta mahalnya tarif makanan/minuman, sewa pondok bahkan berbagai produk kerajinan.

"Masalah itu sudah sangat klasik, tetapi tampaknya tidak bisa atau lebih tepatnya tidak mau dihilangkan. Buktinya masih terus terjadi, padahal itu semua membuat wisatawan menjadi malas mengunjungi DTW (daerah tujuan wisata)," katanya.

Padahal, kata Henry yang pemilik restoran dan hotel di Sumut itu, wisatawan nusantara khususnya dari lokal sangat besar potensinya untuk memberi pendapatan di tengah kedatangan wisatawan mancanegara yang masih belum pulih sejak krisis moneter di tahun 1997/1998.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011