Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hubungan Internasional Hikmahnto Juwana, menilai tersangka Nunun Nurbaiti yang diduga berada di Thailand akan lebih mudah untuk dihadirkan ke Indonesia karena Indonesia telah memiliki perjanjian ekstradisi dengan Thailand.

Dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis, Guru Besar Hukum Internasional UI itu mengatakan bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Thailand telah ada sejak tahun 1980.

Dalam Pasal 1 dari perjanjian itu, kata dia, disebutkan bahwa kedua negara memiliki kewajiban untuk menyerahkan semua orang yang diminta oleh otoritas yang kompeten dari masing-masing negara.

"Disini berarti Thailand mempunyai kewajiabn kepada Indonesia untuk menyerahkan Nunun bila ada permintaan dari Indonesia," ujarnya.

Adapun otoritas di Indonesia yang memiliki wewenang untuk melakukan permintaan itu, kata Hikmahanto, berdasarkan Pasal 44 UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi adalah Menteri Hukum dan HAM.

"Permintaan ini disampaikan melalui jalur diplomatik yang artinya harus didukung oleh Kementerian Luar Negeri," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, proses yang harus dilakukan oleh KPK bila Nunun telah dapat diketahui keberadaannya di Thailand adalah KPK meminta kepada Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar untuk membuat surat resmi ke "Central Authority" di Thailand agar mereka melakukan penahanan dan menyerahkan Nunun kepada Pemerintah Indonesia.

Surat permintaan Menteri Hukum dan HAM itu, menurut dia, harus disampaikan melalui jasa Kemlu dan Perwakilan Indonesia di Thailand.

"Setelah otoritas Thailand dapat melakukan penahanan terhadap Nunun maka otoritas Thailand akan melakukan pembicaraan teknis penyerahan," paparnya.

Penyerahan dapat difasilitasi oleh Atase Kejaksaan yang ada di KBRI Thailand. Untuk diketahui di KBRI Thailand ada Atase Kejaksaan.

Ia menilai sudah saatnya aparat penegak hukum dan berbagai instansi melakukan sinergi dan kerja sama dalam rangka memulangkan WNI yang memiliki masalah hukum di Indonesia.(*)

(L.A017*G003/C004)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011