Bandarlampung (ANTARA News) - Australia Federal Police (AFP) memberikan penghargaan kepada Kepolisian Daerah Lampung dan jajarannya karena berhasil mengamankan dan menangkap tiga imigran gelap yang diduga menyelundupkan manusia dari Christmas Island.

Kabid Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih, di Bandarlampung, Jumat, mengatakan, penghargaan itu diberikan langsung oleh Agen Federal, Leisa Jams dan Michael Pride, dari AFP beberapa waktu lalu.

Sebelumnya Polda Lampung berhasil menangkap tiga tersangka imigran gelap, masing-masing bernama M. Zaki bin Mirza Hasaen (22), M. Jawad bin Abdul Kadir (20), dan Azis bin Ami (17).

Ketiga pria yang berstatus pengangguran itu berasal dari Kabul, Afghanistan.

Mereka dibekuk di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan pada Kamis (9/6) lalu, sekitar pukul 03.30 WIB dini hari.

Polisi menyita uang 4.330 dolar AS, uang RM173, uang Rp2.095.000, uang Afghanistan 130, sebuah ponsel merek Moses dan satu buah ponsel Nokia X2, dari tangan tersangka.

Sulistyaningsih menjelaskan, penghargaan atas penangkapan itu itu diberikan kepada Satgasda Ops Jingga, Polda Lampung, Polres Lamsel, dan KSKP Bakauheni.

Menurut Kabid Humas, kronologis terungkapnya dugaan perdagangan manusia itu bermula saat petugas mendapat informasi ada tiga orang asing yang ditinggalkan pengemudi bus PMTOH dari rumah makan Yudha Trans di Dusun Semampir, Bakauheni, Lampung Selatan.

Atas bantuan pihak rumah makan, ketiga warga asing itu diantar ke kantor KSKP Bakauheni.

Setelah diperiksa, baru diketahui ketiganya tidak memiliki dokumen perjalanan, paspor, maupun visa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, imigran itu meninggalkan negaranya dengan dibantu agen dan membayar sejumlah uang menuju Dubai.

Sesampainya di sana, mereka melanjutkan perjalanan menuju Malaysia menggunakan pesawat terbang.

Kemudian, dari Malaysia, imigran gelap itu masuk ke Indonesia secara ilegal melalu jalur laut dan masuk melalui pelabuhan tradisional di Kepulauan Riau.

Melalui Riau mereka merembes hingga ke Pekan Baru dan melanjutkan perjalanan menumpang bus PMTOH hendak ke Jakarta.

Seharusnya para tersangka dijerat Pasal 48 dan Pasal 53 UU RI No. 09 Tahun 1992, namun, berdasarkan Konvensi Genewa Tahun 1951 tentang Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional, para imigran tersebut tidak serta merta dapat dilakukan pindah keimigrasian.

Mereka lalu ditempatkan di rumah detensi imigrasi untuk dilakukan penelitian apakah mereka dapat ditempatkan di negara ketiga yang akan mengakui sebagai warga negara atau harus dideportasi ke negara asal.

(PSO-046)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011