Semarang (ANTARA News) - Pakar komunikasi Universitas Diponegoro Semarang Triyono Lukmantoro mengatakan, aksi kekerasan yang ditayangkan di televisi sebaiknya jangan dipertontonkan secara eksesif.

"Kalau kemudian tayangan aksi kekerasan itu dipertontonkan gamblang atau diulang-ulang. Saya pikir itu eksesif," katanya usai "Refleksi Akhir Tahun Peran Pendidikan Tinggi dan Media dalam Pendidikan Karakter Bangsa" di Semarang, Kamis.

Ia mendukung Dewan Pers yang kemudian meminta stasiun-stasiun televisi untuk menyetop menyiarkan peristiwa kekerasan, termasuk peristiwa bentrok antara polisi dengan masyarakat di Pelabuhan Sape, Bima, NTB.

Menurut dia, media televisi memiliki kekuatan visualisasi luar biasa yang bisa memengaruhi penonton untuk meniru apa yang ditayangkan.

Apalagi, katanya, jika penontonnya adalah kalangan anak-anak akan sangat mudah terpengaruh.

"Kalau saya lihat, berita dan tayangan aksi-aksi kekerasan itu selama ini ditayangkan pada jam-jam ketika anak-anak menonton. Meski peristiwa-peristiwa semacam itu memang mengandung sisi berita yang menarik," katanya.

Namun, kata Triyono yang juga pengajar FISIP Undip tersebut, media seharusnya bisa menyampaikannya secara halus atau implisit dan jangan ditayangkan secara eksesif karena berdampak tidak baik terhadap masyarakat yang menonton.

Menyikapi tayangan aksi kekerasan di televisi, ia mengatakan, seharusnya yang paling berperan aktif adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau KPID. Mereka harus bersikap ketika melihat televisi yang eksesif menyiarkan aksi kekerasan.

"Saya kaget kenapa Dewan Pers justru yang lebih dulu bersikap? Di mana KPI dan KPID di daerah-daerah yang memiliki tugas mengawasi program dan isi siaran lembaga penyiaran, atau jangan-jangan menunggu aduan dari masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, KPI dan KPID harus lebih responsif dalam mengawasi program siaran lembaga penyiaran dan jangan menunggu pengaduan dari masyarakat, sekaligus mengantisipasi ditayangkannya aksi kekerasan secara eksesif.

Pada masa mendatang, kata dia, perlu ada pengawasan secara ketat terhadap tayangan, terutama yang berbau kekerasan dan seksualitas yang akan lebih efektif, dibandingkan dengan melarang masyarakat menonton tayangan-tayangan tertentu.

"Kalau masyarakat dilarang jangan nonton ini-itu, yang ada justru rasa penasaran dan ingin tahu membuat ingin menonton, karena merasa dibatasi. Lain halnya kalau ada pengawasan dan penyaringan tayangan," kata Triyono.

(KR-ZLS/M029)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011