Pada intinya kita harus realistis melihat vonis yang dijatuhkan oleh PN Tipikor ini."
Jakarta (ANTARA News) - Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan proses penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, patut dipertanyakan terkait dibebaskannya mantan direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus tersebut terkait tindak pidana korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500.

"Proses penyidikan kejaksaan patut dipertanyakan," kata anggota Badan Pekerja ICW, Emerson F Juntho kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Menanggapi putusan bebas itu, ia menyarankan kejaksaan harus melakukan eksaminasi dalam kaitan vonis bebas terhadap Hotasi Nababan itu.

Hal ini, kata dia, guna melihat secara komprehensif apakah kasus ini perdata atau pidana.

"Pada intinya kita harus realistis melihat vonis yang dijatuhkan oleh PN Tipikor ini," katanya.

Ia menambahkan jika divonis bebas dengan pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan. "Maka kita harus menghormati putusan tersebut," katanya.

Kejaksaan Agung tidak mau berkomentar banyak atas putusan bebas mantan direktur utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan terkait kasus tindak pidana korupsi penyewaan pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500, oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

"Yang jelas, jaksa kan sudah menyatakan pikir-pikir," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan pihaknya tidak mau berandai-andai dengan divonis bebasnya mantan Dirut PT MNA tersebut.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pangeran Nababan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa menyatakan terdakwa Hotasi D.P Nababan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan primer dan subsider sehingga membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memulihkan hak terdakwa dalam hak kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya.

Dalam perkara tersebut jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menuntut Hotasi dengan empat tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan berdasarkan dakwaan subsider yaitu pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang perbuatan merugikan keuangan negara.

Perbuatan Hotasi untuk mendatangkan 2 pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada Desember 2006 meski tidak tercantum dalam rencana kerja anggaran perusahaan tahunan (RKAT) 2006 dan membayar "security deposit" (uang jaminan) sebesar 1 juta dolar AS sebagai jaminan pembelian pesawat kepada perusahaan penyewaan pesawat Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) melalui transfer langsung ke rekening kantor pengacara Hume and Associaties PC pada Bank Mandiri dianggap tidak melanggar hukum.

"Perbuatan Hotasi yang membayar sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dan membayar `security deposit` sudah dilakukan dengan hati-hati, dengan itikad baik, sesuai kondisi perusahaan dan dengan informasi yang dinilai cukup sehingga unsur melanggar `good governance` tidak terbukti dan tidak melanggar hukum," tambah hakim. (ANT)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013