Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 1.000 penyu setiap tahun dibantai untuk dijual dan dari cangkangnya dibuat souvenir oleh para pedagang gelap di sepanjang pesisir pantai selatan jawa, sedangkan sekitar 60 ekor lainnya setiap tahun tertangkap jaring nelayan tanpa sengaja. Menurut Koordinator Turtle Campaign Profauna, I Wayan Wiradnyana, di Jakarta, Rabu, perdagangan penyu di pesisir Pantai Selatan Jawa tersebut terpusat di beberapa titik antara lain di Pantai Teluk Penyu Cilacap, Pantai Puger Banyuwangi, Pantai Pangandaran, Pantai Pelabuhan Ratu, Pantai Pangumbahan Sukabumi di Jawa Barat. Ia mengatakan, penyu tersebut diperdagangkan dalam bentuk daging, telur, karapas (cangkang), opsetan (penyu yang diawetkan) dan souvenir dari bagian tubuh penyu. Sekitar 98 persen dari kasus penjualan adalah dalam bentuk telur, disusul souvenir (1,3 persen), opsetan penyu (0,11 persen) dan daging penyu 0,01 persen. "Saat ini Profauna sedang melakukan investigasi di Yogyakarta, karena perdagangan souvenir yang terbuat dari cangkang penyu marak di tempat itu. Souvenir berupa gelang, cincin yang terbuat dari karapas (cangkang) penyu sisik (Eretmochelys imbricata)," katanya. Ditemui ANTARA di sela aksi demonstrasi menyambut Tahun Penyu 2006 di Bundaran Hotel Indonesia, Wayan mengatakan, perdagangan souvenir dan produk penyu di Yogyakarta terpusat di Kota Gede dan Jalan Malioboro, Provinsi DI Yogyakarta. Di kedua tempat itu perdagangan souvenir bagian tubuh penyu berlangsung dengan bebas dan belum pernah ada ada tindakan dari pemerintah untuk menghentikan praktek perdagangan penyu ilegal tersebut, katanya. Praktik perdagangan penyu ilegal juga terjadi di Bali. Mengutip data Profauna, disebutkan, pada 1999, tercatat sebanyak 27.000 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dibantai untuk diambil dagingnya. Setelah adanya kampanye yang gencar untuk melindungi satwa langka itu, persentase perdagangan daging penyu di Bali cenderung menurun pada tahun 2001. Meskipun perdagangan daging penyu di Bali telah menurun, Wayan mengatakan, tidak berarti perdagangan hewan amfibi itu berhenti total. Dalam tiga tahun terakhir (2004-2006), Profauna memperkirakan sekitar 1.000-2.000 penyu hijau masih diselundupkan ke Bali. Salah satu sebab penurunan jumlah perdagangan penyu adalah adanya kebijakan pemerintah daerah setempat untuk membatasi daging penyu yang digunakan untuk upacara adat, katanya. "Kita (Profauna) menjalin kerjasama dan komunikasi dengan Badan konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Dinas Kehutahan dan tokoh adat dan agama termasuk Parisada Hindu Darma (PHD) setempat mengenai aturan penggunaan daging penyu untuk upacara adat," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006