Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus memperketat perizinan tambang untuk menghindari eksplorasi berlebihan yang bisa merugikan generasi masa depan.

"Indonesia saat ini dalam kondisi darurat tambang. Jika perizinan tambang diobral, reklamasi tidak dilakukan, dan energi baru terbarukan tidak dikembangkan sangat mungkin beberapa tahun ke depan Indonesia bisa gelap-gulita," kata Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Ali Masykur Musa, dalam siaran pers yang diterima Antara, di Jakarta, Jumat.

Saat berbicara pada "International Seminar and Workshop on Wetlands Environmental Management" yang diadakan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Amangkurat Banjarmasin, Ali Masykur mengatakan, seharusnya rakyat Indonesia adalah penikmat utama kekayaan alam, bukan warga negara lain.

Menurutnya, kondisi darurat tambang tersebut sungguh beralasan, karena perusahaan asing pemegang izin pertambangan pada migas mencapai 70 persen.

Sedangkan pada pertambangan batu bara, bauksit, nikel, dan timah, mencapai 75 persen, sementara pertambangan tembaga dan emas mencapai 85 persen.

"Ironisnya, PT Pertamina sebagai BUMN Migas hanya menguasai 17 persen produksi dan cadangan migas nasional. Sementara, 13 persen sisanya adalah share perusahaan swasta nasional," tegas Ali.

Lebih lanjut dijelaskannya, hal yang sangat menyedihkan dari kondisi sekarang ini adalah hasil tambang di Indonesia tersebut dinikmati negara-negara lain.

Ali yang juga peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat ini menambahkan, permasalahan tambang bukan hanya pada penguasaan asing, tetapi juga pada masalah reklamasi pasca tambang.

Audit tambang batubara di Kalimantan (2010 dan 2011) menunjukkan, dari 247 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara di Kaltim dan Kalsel, sebanyak 64 perusahaan tidak membuat rencana reklamasi pasca tambang. Sebanyak 73 perusahaan juga diketahui tidak menyetor dana jaminan reklamasi.

"Selain itu, dari areal bekas penambangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas 100.880 hektar, baru direklamasi 4.730 hektar. Ini sungguh menyedihkan," katanya.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013