Twitter sebagai "alat yang baik untuk melaporkan pelanggaran hak asasi manusia di negara dengan pemerintah yang represif."
Denver (ANTARA News/AFP) - Sekelompok wartawan Venezuela dan seorang penulis asal Kuba pada Minggu (Senin WIB) mengecam sensor terhadap pers dan peraturan pembatasan kebebasan media oleh pemerintah di dua negara tersebut.

Yoani Sanchez, penulis blog pemenang beberapa penghargaan, saat berbicara pada hari kedua pertemuan Perhimpunan Pers Antar-Amerika mengatakan bahwa Presiden Kuba, Raul Castro, beberapa tahun belakangan ini meningkatkan pembatasan terhadap kebebasan berbicara dan berpendapat.

Pembatasan tersebut, menurut dia, dilakukan menggunakan cara "kekerasan oleh massa pro pemerintah, intimidasi, vandalisme, dan penangkapan terhadap lima orang wartawan."

Ia menyatakan, televisi, radio, harian dan majalah cetak di Kuba semuanya dimiliki oleh pemerintah.

Di sisi lain, Sanchez justru memuji Twitter sebagai "alat yang baik untuk melaporkan pelanggaran hak asasi manusia di negara dengan pemerintah yang represif."

Sebagian besar rakyat Kuba, dinilainya, masih bergantung pada informasi yang diberikan oleh media milik negara karena masyarakat di negara tersebut "dilarang untuk menghabiskan sepertiga dari pendapatan bulanannya untuk mendapatkan akses Internet selama satu jam".

Kuba hanya mengizinkan pegawai sipil, ilmuwan, dan para guru untuk mengakses Internet selama bekerja, sedangkan layanannya di rumah masih dilarang.

Bahkan, kelompok-kelompok masyarakat sipil paling berpengaruh di Kuba, yaitu gereja Katolik, masih tidak diperbolehkan untuk mendirikan sekolah dan medianya sendiri.

Sementara itu, beberapa wartawan asal Venezuela mengatakan bahwa pengaruh media swasta di negaranya semakin memudar karena tekanan dari pemerintah.

Maguel Enrique Otero, redaktur harian swasta El Nacional, mengatakan bahwa masyarakat Venezuala telah terhegemoni oleh media yang lahir dan tumbuh dari nasihat-nasihat Havana (pemerintah).

Otero mencontohkan, badan yang baru dibentuk bernama "Pusat Strategis untuk Perlindungan dan Keamanan Negara" (CESPPA). Badan itu bertanggung jawab langsung terhadap presiden untuk menyensor setiap informasi yang dianggap berbahaya terhadap keamanan nasional.

"Pemerintah Venezuela dan Kuba saling meniru satu sama lain untuk hal-hal yang buruk, yaitu dalam merepresi kebebasan dan dalam kegagalan menyejahterakan rakyat," kata Sanchez.

Dua negara tersebut merupakan sekutu yang dekat di bawah mantan Presiden Hugo Chavez, yang sering mengirim minyak dengan harga rendah dan uang tunai ke Kuba.

Pengganti Chavez, Nicholas Maduro, yang menjabat sebagai presiden enam bulan yang lalu hingga saat ini masih mengikuti kebijakan Chavez dengan meneruskan kerja sama erat bersama Kuba.
(Uu.G005)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013