Yogyakarta (ANTARA News) - Citra politikus di Indonesia tampaknya tidak begitu baik di mata masyarakat selama beberapa tahun terakhir, terutama karena tercemar kasus korupsi.

Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia menunjukkan bahwa citra politikus di mata masyarakat melorot 21 persen poin selama enam tahun terakhir.

Pada tahun 2005, LSI menemukan 44,2 persen masyarakat menilai kerja politikus relatif baik, tetapi pada tahun 2011 angka itu merosot menjadi 23,4 persen. Sebanyak 51,3 persen publik menyatakan kerja politikus saat ini buruk atau sangat buruk.

Buruknya citra politikus itu, menurut Cirus Sorveyors Group, disebabkan praktik korupsi yang cenderung meningkat di kalangan kader partai politik.

Hal itu terlihat dari hasil survei yang menunjukkan rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol, yaitu hanya 9,4 persen dari jumlah responden.

Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap parpol kemungkinan besar disebabkan kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret relatif banyak politikus yang duduk sebagai wakil rakyat.

Hasil riset lain menunjukkan 96 persen pemberitaan tentang DPR didominasi berita negatif yaitu sejumlah 1.652.

Pembicaraan di forum dan blog tentang anggota DPR mengenai kasus korupsi mencapai 24.830 pembicaraan, pemborosan anggaran dan pelesiran anggota DPR 17.000 pembicaraan, dan anggota DPR malas 1.685 pembicaraan. Survei tersebut dilakukan Prapancha Research di lima media online.

Melihat hasil survei tersebut, calon anggota legislatif yang akan duduk di parlemen melalui Pemilu 2014 memiliki tugas berat untuk memulihkan citra politikus di mata masyarakat.

Oleh karena itu, kehadiran calon anggota legislatif perempuan diharapkan mampu membantu meringankan tugas tersebut dengan menampilkan persepsi lain terhadap profesi politikus.

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Kuskrido Ambardi mengatakan bahwa sosok perempuan memiliki modal citra yang relatif lebih mudah dipercaya daripada laki-laki.

Kendati demikian, mereka harus dapat mengemas diri agar tidak hanya hadir guna melengkapi kuota 30 persen.

"Kita memang tidak bisa memukul rata kompetensi mereka (caleg perempuan). Mereka ada yang dari aktivis, akademisi, hingga artis. Namun, pada intinya mereka harus mampu membangun diri," katanya.

Untuk memperbaiki citra politikus di mata masyarakat, caleg perempuan dari PDI Perjuangan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Desiyanti mengajak masyarakat untuk tidak terlibat politik uang pada Pemilu 2014.

"Mengakarnya korupsi di Indonesia, khususnya di lingkaran pemerintah pusat diawali dengan politik uang. Mau jadi calon anggota legislatif (caleg) harus memberi uang, mau jadi pegawai negeri sipil juga nyogok. Hal ini menyebabkan korupsi yang mengakar dan sulit diberantas," kata Desiyanti.

Ia mengatakan bahwa korupsi di Indonesia dapat dicegah dari hal-hal kecil, seperti pemilu bebas politik uang dengan cara orang yang maju sebagai anggota Dewan diusung dan diajukan oleh masyarakat.

Bukan sebaliknya, caleg mengejar masyarakat dengan memberikan sejumlah uang supaya dipilih saat pemilu.

"Ini menyebabkan caleg yang menjadi anggota Dewan tidak fokus memperjuangkan aspirasi masyarakat, tetapi lebih pada bagaimana mengembalikan modal kampanye. Ini sangat berbahaya untuk kelangsungan negara Indonesia," kata dia.

Caleg perempuan dari Partai Gerindra untuk DPRD Kabupaten Gunung Kidul Victa Etriany mengatakan, "Untuk menghapus praktik korupsi pejabat pemerintah dan politikus harus hidup sederhana karena gaya hidup mewah akan menggiring seseorang berperilaku konsumtif, yang pada akhirnya selalu merasa kurang."

"Kondisi demikian membahayakan jika membudaya di kalangan pejabat. Gaya hidup sederhana akan mengurangi keinginan seseorang untuk korupsi," katanya.

Ia mengatakan bahwa pemberantasan korupsi hanya oleh penegak hukum tidak cukup. Namun, harus dibarengi dengan menciptakan kejujuran sejak dini.

"Dengan menanamkan kejujuran pada anak, budaya amanah saat dewasa akan terbangun," katanya.

Victa Etriany mengklaim sudah terbiasa dengan hidup sederhana. Dia pun berjanji tidak akan pernah berubah dari kondisi sekarang saat menjadi pejabat publik.

"Semoga menjadi figur yang bermanfaat bagi masyarakat," kata perempuan kelahiran 4 Desember 1989 ini.

Selain diharapkan mampu memperbaiki citra politikus di mata publik, caleg perempuan juga memiliki tugas berat dalam pembuktian diri karena hingga kini belum ada perempuan yang benar-benar membekas dalam ingatan publik sebagai tokoh politik berprestasi.

"Saat sejumlah nama politikus perempuan paling menonjol digabungkan sekalipun, jumlahnya tetap tidak sepadan dengan satu tokoh politik pria yang menonjol. Angka perbincangan total Megawati, Rieke Diah Pitaloka, Puan Maharani, Yenny Wahid, dan Nurul Arifin hanya 532.000 percakapan, sementara angka perbincangan Dahlan Iskan sendiri saja mencapai 592.000," kata Analis Prapancha Research Cindy Herlin Marta.

Cindy menunjukkan bahwa perempuan menempati pemberitaan utama atau perbincangan ramai seputar politik manakala ia menjadi objek skandal. Kemudian ketika dilakukan pemantauan satu per satu nama-nama politikus perempuan dalam perbincangan di Twitter selama enam bulan (27 Januari--27 Juli 2013), tidak ada satu pun nama yang membangkitkan citra kuat tersendiri.

"Selain angka perbincangan perihal nama-nama kebanyakan politikus perempuan ini rendah, mereka kebanyakan hanya disinggung di akun-akun Twitter media sebagai pejabat formal yang sedang mengurusi kebijakan ini-itu, atau sedang tersandung kasus dugaan korupsi," kata Cindy.

Satu dari sedikit tokoh perempuan dalam politik yang menancap di dalam memori publik adalah Sri Mulyani Indrawati, yang saat ini menjabat Direktur Pelaksana Bank Dunia. Kendati tidak aktif di ranah politik saat ini dan sempat diperiksa KPK, Sri Mulyani masih diingat publik sebagai sosok yang cerdas luar biasa.

Untuk meningkatkan jumlah politikus perempuan di parlemen pemerintah telah menetapkan kuota 30 persen caleg perempuan dalam daftar caleg sehingga Pemilu 2014 diharapkan mampu memunculkan banyak politikus perempuan.

Pemilu 2014 juga diharapkan menghasilkan lebih banyak politikus perempuan yang andal dan antikorupsi sehingga dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan politikus yang artinya juga kepercayaan pada demokrasi.

Oleh Nusarina
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014