Pertempuran akan berhenti."
Addis Ababa (ANTARA News) - Presiden Sudan Selatan dan kepala pemberontak menandatangani kesepakatan gencatan senjata Jumat dan bersumpah untuk mengakhiri hampir lima bulan perang saudara,
di bawah tekanan internasional untuk membendung pertumpahan darah dan mencegah kelaparan serta genosida.

Presiden Salva Kiir dan Riek Machar, bos pemberontak, mengucapkan selamat untuk penandatanganan kesepakatan "mengakhiri perang", kata Seyoum Mesfin, kepala mediator, dari blok regional Afrika Timur
IGAD, lapor AFP.

Kedua pihak yang berseteru, yang pertama kali berjabat tangan dan kemudian berdoa bersama-sama, "setuju segera semua kegiatan bermusuhan akan dihentikan dalam waktu 24 jam dari penandatanganan perjanjian ini," kata Seyoum kepada wartawan.

"Pertempuran akan berhenti," katanya menambahkan.

Perang telah diklaim ribuan - dan mungkin puluhan ribu - orang tewas, dengan lebih dari 1,2 juta lainnya terpaksa untuk meninggalkan rumah mereka.

Perjanjian ini juga ditandatangani oleh Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn, yang menjadi tuan rumah pembicaraan di Addis Ababa.

Para peseteru juga "sepakat bahwa pemerintahan transisi menawarkan kesempatan terbaik kepada rakyat Sudan Selatan" dengan janji pemilu baru, tanpa memberikan tanggal, kata Seyoum.

Kedua pihak juga "setuju untuk membuka koridor kemanusiaan ... dan bekerjasama dengan PBB" untuk memastikan bantuan yang dikirim ke lebih dari lima juta orang yang memerlukan, katanya menambahkan.

Tetapi pejabat Uni Afrika Smail Chergui, komisioner perdamaian dan keamanan blok pan-Afrika, mengatakan bahwa penandatanganan kesepakatan itu disambut, "bahkan dengan penandatanganan, mengingat krisis saat ini, pemulihan perdamaian Sudan Selatan tidak akan mudah."

Badan-badan bantuan memperingatkan bahwa Sudan Selatan kini di ambang bahaya kelaparan terburuk di Afrika sejak tahun 1980-an.

Konflik meletus pada 15 Desember dengan Kiir menuduh Machar mencoba untuk melakukan kudeta.

Machar kemudian melarikan diri ke semak-semak untuk memulai pemberontakan, dan presiden bersikeras harus berusaha melakukan pembersihan berdarah terhadap saingannya.


Penerjemah: Askan Krisna

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014