Ramallah, Wilayah Palestina (ANTARA News) - Palestina mengatakan, Kamis, mereka akan maju ke Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Israel mengumumkan rencana pembangunan 1.500 rumah baru sebagai reaksi atas pembentukan pemerintahan bersatu Palestina yang didukung Hamas.

Pemerintahan baru yang berisi para teknokrat itu mendapat pengakuan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat namun Israel sendiri menyatakan akan memboikot apa yang disebutnya sebagai "pemerintahan teror" yang didukung oleh musuh Islamisnya.

Pengajuan proyek pembangunan perumahan itu dibuka oleh kementerian perumahan Israel semalam, hanya 48 jam setelah berlangsungnya pengambilan sumpah pemerintahan kesatuan.

Pemerintahan bersatu Palestina dibentuk untuk mengakhiri tujuh tahun pemerintahan yang penuh persaingan di Tepi Barat dan Gaza.

Langkah Israel itu mengundang kemarahan besar dari Palestina, yang kemudian menyatakan akan menghadap ke Dewan Keamanan PBB dengan harapan bahwa Dewan akan mengeluarkan sebuah resolusi yang menentang pembangunan untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga tahun.

Sebanyak 400 dari 1.500 rumah akan dibangun di Yerusalem timur yang dicaplok Israel sementara sisanya akan dikerjakan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

"Saya menyambut baik keputusan bahwa Zionis memberikan tanggapan yang sesuai terhadap pembentukan pemerintahan teror Palestina," kata Menteri Perumahan Israel Uri Ariel.

Ariel menggambarkan pembangunan rumah-rumah baru itu baru sebatas "langkah awal".

Hanan Ashrawi, anggota senior Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengatakan kepemimpinan Palestina akan meminta PBB melakukan intervensi agar Israel mempertanggungjawabkan langkah perluasan permukiman baru.

"Komite eksekutif PLO melihat peningkatan terbaru ini dengan sangat sungguh-sungguh dan akan melawannya dengan meminta perhatian Dewa Keamanan dan Majelis Umum PBB untuk mengambil langkah yang diperlukan guna menghentikan kekerasan serta memastikan pertanggungjawaban," ujarnya.

Terakhir kali PLO mengupayakan adanya resolusi Dewan Keamanan menentang pembangunan permukiman adalah pada Februari 2011, namun langkah --yang sebenarnya mendapat dukungan luas-- itu diveto oleh Amerika Serikat.

Seorang pejabat tinggi mengatakan kepada AFP bahwa kepemimpinan Palestina juga sedang mempertimbangkan untuk membawa kasus tersebut ke sistem peradilan internasional.

"Kepemimpinan Palestina sedang mempertimbangkan dengan serius untuk maju ke pengadilan internasional untuk menentang kegiatan pembangunan permukiman," ujarnya.

Pilihan untuk mengambil jalan hukum terhadap pembangunan permukiman melalui Pengadilan Kejahatan Internasional di Den Haag itu dimunculkan setelah Palestina memenangi status sebagai negara pengamat di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2012.

Namun, pihak-pihak di Palestina sepakat untuk menahan dulu jalan itu selama masa perundingan perdamaian dengan Israel yang ditengahi AS.

Perundingan itu sendiri buyar awal tahun ini dengan Washington mengatakan bahwa perluasan permukiman yang terus berlangsung merupakan masalah utama rusaknya perundingan.

(T008)

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014