Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya didakwa memeras dan menerima suap dari beberapa perusahaan serta individu senilai Rp10,175 miliar dan 5.000 dolar Australia.

Pertama Syahrul didakwa memeras ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra dan Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI) Fredericus Wisnubroto sebesar Rp1,675 miliar.

"Perbuatan terdakwa memaksa I Gede Raka Tantra dan Fredericus Wisnubroto menyisihkan fee transaksi dari keseluruhan transaksi di PT Bursa Berjangka Jakarta dan PT Kliring Berjangka Indonesia untuk kepentingan operasional seluruhnya Rp1,675 miliar," kata Ketua JPU Ely Kusumastuti dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Permintaan uang itu dilakukan Syahrul melalui direktur utama PT BBJ Made Sukarwo dan direktur utama PT KBI untuk disampaikan kepada Gde Raka dan Fredericus.

"I Gede Raka Tantra dan Fredericus Wisnubroto menyatakan keberatannya, namun karena APBI dan IP2BI berada di bawah pengawasan BAPPEPTI maka mereka dengan terpaksa menindaklanjuti permintaan terdakwa," ungkap jaksa Ely.

Akhirnya Made Sukarwo dan Surdiyanto menandatangani perjanjian pembagian fee transaksi sistem perdagangan alternatif antara PT BBJ dan KBI berisi penyisihan uang untuk biaya pengembangan yang dikelola APBI sebesar 2 persen dan disimpan di rekening APBI pada Bank Windu Kentjana Internasional dengan rincian pembayaran pada 2011 sebesar Rp760 juta, tahun 2012 sebesar Rp715 juta, tahun 2013 mencapai Rp200 juta sehingga totalnya mencapai Rp1,675 miliar.

Atas perbuatan tersebut Syahrul didakwa pidana berdasarkan pasal 12 huruf e Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kedua, Syahrul didakwa menerima hadiah berupa Rp1,5 miliar dari Maruli T Simanjuntak karena melakukan mediasi antara Maruli dan CV Gold Asset yang merupakan anak perusahaan PT Axo Capital Futures yang berada di bawah pengawasan Bappebti.

Bermula dari Maruli yang mengalami masalah dalam investasi emas di CV Gold Asset sebesar Rp14 miliar, Maruli kemudian mendadukannya kepada istri kedua Syahrul, Herlina Triana Diehl.

Syahrul kemudian tahu bahwa tempat Maruli berinvestasi emas berada di bawah PT Axo Capital Futures yang menjadi pialang pada Bursa Berjangka Jakarta dan dibawah pengawasan Bappebti.

Syahrul pun memanggil Direktur PT Axo yaitu Agus Alifianto mengenai masalah yang dialami Maruli hingga akhirnya berhasil membuat direktur CV Gold Asset Fanny Sudarmono bersedia mengembalikan dana investasi kepada Maruli sebesar Rp14 miliar.

Setelah mediasi selesai, Maruli kemudian mengirimkan uang Rp500 juta pada 17 Juli 2012 dan Rp1 miliar pada 18 Juli 2012 ke rekening Herlina Triana Diehl.

Atas perbuatan tersebut, Syahrul terancam pidana berdasarkan pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terkait yang berhubungan dengan jabatan dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

Ketiga, Syahrul menerima hadiah yaitu uang sekitar Rp7 miliar karena membantu memproses pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.

Pada mulanya, PT BBJ ingin memiliki Lembaga Kliring Berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional dan mengajukan izin operasional ke Bappebti.

Atas permintaan tersebut, Syahrul meminta agar diberikan saham sebanyak 10 persen dari modal dasar PT Indokliring Internasional yaitu sebesar Rp100 miliar.

Menindaklanjuti permintaan Syarul, Direktur PT BBJ Bihar Saksi Wibowo pun menyiapkan dana sebesar Rp7 miliar dan diserahkan pada 2 Agustus 2012 di Kafe Lulu Kemang Arcade.

Uang disimpan di tas warna abu-abu strip biru bertuliskan JFX berisi uang sekitar Rp7 miliar dengan pecahan 600 ribu dolar AS dan Rp1 miliar.

Setelah menerima uang itu, Syahrul pun memproses permohonan izin usaha lembaga kliring berjangka dari PT Indokliring Internasional.

Atas perbuatan tersebut, Syahrul terancam pidana berdasarkan pasal 12 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.

Keempat, Syahrul memeras Direktur PT Millenium Penata Futures (MPF) sebesar 5.000 dolar Australia sebagai tambahan uang saku bagi Syahrul dalam melakukan perjalanan dinas ke Australia. PT MPF merupakan pialang bursa berjangka komoditi di bawah pengawasan Bappebti.

Pemberian uang dilakukan pada 14 Maret 2013 di ruang kerja Kepala Biro Hukum Bappebti Runy Syamora yang menyerahkan amplop putih berisi uang senilai 5.000 dolar AS kepada Kepala Biro Hukum Bappebti Alfons Samosir untuk dilaporkan kepada Syahrul.

Atas perbuatan tersebut Atas perbuatan tersebut Syahrul didakwa pidana berdasarkan pasal 12 huruf e Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Syahrul pun masih didakwa memberikan suap kepada penyelenggara negara sebesar Rp3 miliar dan dakwaan pencucian uang.

Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus suap izin lokasi pembangunan tempat pemakaman bukan umum (TPBU) pada April 2013.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014