PBB, Amerika Serikat (ANTARA News) - Iran dan enam negara besar kembali ke meja perundingan, Jumat, sementara mereka hanya memiliki waktu dua bulan lagi untuk mencapai kesepakatan yang akan memastikan program nuklir Teheran tidak memuat ancaman militer.

AFP melaporkan tidak ada terobosan berarti yang diharapkan akan muncul dalam perundingan kali ini, yang dijadwalkan berlangsung hingga akhir pekan depan.

Namun, kedua belah pihak memiliki beban dalam mencari jalan untuk mempersempit kesenjangan.

Perundingan itu akan menjadi pertemuan pertama kalinya sejak Juli antara Iran dan kelompok negara yang dinamakan P5+1 --yang terdiri atas Inggris, Tiongkok, Prancis, Rusia, Amerika Serikat ditambah Jerman.

Pada pertemuan Juli, mereka memutuskan untuk memperpanjang tenggat bagi pencapaian kesepakatan hingga 24 November.

"Datang ke New York, menurut saya, banyak di antara kami yang tidak merasa optimistis," kata seorang pejabat tinggi pemerintah AS pada malam sebelum berlangsungnya perundingan.

"Namun, jelas bahwa semuanya datang ke sini untuk bekerja," kata pejabat yang tidak ingin disebutkan jati dirinya itu.

"Ini (perundingan, red) sulit, sangat sulit."

Pertemuan yang akan berlangsung di markas besar Perserikatan Bangsa Bangsa itu dilakukan di tengah bayang-bayang operasi yang dipimpin AS untuk melawan para pejuang Islamis di Irak dan Suriah, di mana Iran memiliki pengaruh sebagai kekuatan kunci di kawasan.

Para juru runding mengatakan mereka masih menghadapi rintangan-rintangan dalam upaya mencapai kesepakatan, namun dengan melakukan pertemuan di New York --di sela-sela sidang umum Majelis Umum PBB-- diplomasi tingkat tinggi memungkinkan untuk dijalankan.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton dijadwalkan membuka perundingan itu dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif sebelum menyerahkan jalannya perundingan kepada para direktur bidang politik.

Pertemuan tingkat menteri negara-negara P5+1 dengan Iran akan berlangsung pekan depan dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dijadwalkan mengadakan pembicaraan bilateral dengan Zarif.

Presiden AS Barack Obama pada tahun lalu melakukan pembicaraan bersejarah melalui telepon dengan Presiden Iran Hassan Rouhani.

Pembicaraan secara langsung itu merupakan yang pertama kalinya terjadi sejak Revolusi Islam tahun 1979, namun kali ini kedua pihak tidak berencana melakukan kontak.

Kedua pemimpin sama-sama menghadapi tekanan di dalam negeri untuk mengambil langkah tegas dalam masalah nuklir.

Masalah itu telah membuat pusing dunia diplomatik lebih dari satu dekade hingga tercapainya kesepakatan tahun lalu untuk menerobos kemacetan.

"Ini merupakan peluang karena semua orang ada di sini," kata pejabat AS itu.

"Jadi, kita harus memanfaatkan (pertemuan ini) untuk berusaha mengatasi semua masalah sulit ini."

(Uu.T008)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014