Banjarbaru (ANTARA News) - Ahli sastra dan budaya Kalimantan Selatan, Prof Melkiannus Paul Lambut mengatakan, upaya mempertahankan bahasa daerah yang dilakukan pihak terkait harus dilaksanakan serius.

"Upaya yang dilakukan harus serius jangan hanya mengkaji sekedarnya saja sehingga hasil kajian tidak bisa digunakan sesuai tujuan pengkajian," ujarnya di Banjarbaru, Senin.

Ia menilai, pengkajian bahasa daerah khususnya Bahasa Banjar yang merupakan bahasa "ibu" masyarakat Kalsel terkesan kurang serius dan sambil lalu (sekedarnya saja).

Padahal, kata penyandang gelar profesor emeritus sejak 2003 hingga sekarang, Bahasa Banjar tersebar hampir di seluruh Pulau Kalimantan sehingga berpotensi besar dikaji.

"Sebaliknya, potensi besar itu sama sekali tidak dimanfaatkan, terbukti dari tidak satu pun Bahasa Banjar masuk dalam kamus Bahasa Indonesia yang tentunya memprihatinkan," keluhnya.

Dikatakan, keprihatinan terhadap kepunahan Bahasa Banjar juga harus disikapi karena hingga sekarang belum masuk kurikulum muatan lokal yang porsinya relatif besar.

"Bahasa Banjar dijadikan muatan lokal juga masih kurang karena belum ada guru yang memiliki sertifikat dan profesional mengajar. Porsinya juga sedikit jadi harus ditambah," ucapnya.

Menurut dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin itu, pihak terkait seharusnya malu karena kajian Bahasa Banjar di luar negeri.

Dijelaskan, pengkajian budaya Kalimantan khususnya tentang Borneo justru dilakukan Unesco yang berpusat di New York Amerika Serikat sehingga harus disikapi pemerintah daerah.

"Seharusnya pemda yang pro aktif mengkaji Bahasa Banjar bekerja sama dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat karena hilang bahasa maka hilang peradaban," ujarnya.

Ditambahkan, pihaknya memberi penghargaan atas diselenggarakannya Seminar Nasional Bahasa Daerah yang dilaksanakan Balai Bahasa Kalimantan Selatan pada 10-11 September 2014.

"Seminar itu bagus apalagi tema yang diangkat adalah pemertahanan bahasa daerah. Namun harus diiringi tindak lanjut yang konkrit sehingga bahasa daerah terpelihara," katanya.

Profesor Lambut mendapat gelar Datu Cendekia Hikmadiraja Kesultanan Banjar dan terlibat dalam Resource-person Unesco untuk pengkajian budaya dan bahasa Borneo.

Selain itu, pria 83 tahun kelahiran Kuala Kapuas lulusan East-West Center, Honolulu, Hawaii, USA itu juga tercatat sebagai National member of Borneo Research Council sejak 1983.

(KR-YRZ/S023)

Pewarta: Yose Rizal
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014