Semarang (ANTARA News) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Divisi Regional (Divre) VI Jawa Tengah dan DIY terus memberikan edukasi bahwa saat sakit masyarakat jangan langsung ke rumah sakit, tetapi dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas.

"Persepsi masyarakat setiap sakit langsung ke rumah sakit. Padahal seharusnya dapat menerapkan rujukan berjenjang," kata Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VI Andayani Budi Lestari di Semarang, Selasa.

Hal tersebut disampaikan di sela-sela acara pertemuan evaluasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) semester I tahun 2014 Provinsi Jateng dan DIY di Hotel Gumaya Semarang.

Andayani menyebutkan hasil evaluasi dalam semester I tercatat ada sekitar 70 persen dari pasien yang berada di rumah sakit sebenarnya dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Ia menjelaskan dengan banyaknya pasien yang seharusnya dapat dilayani di fasilitas kesehatan tingkat pertama, tetapi justru rawat inap di rumah sakit, menjadikan jumlah kamar penuh.

"Oleh karena itu, kami terus melakukan edukasi terus menerus termasuk kepada media," katanya.

Terkait dengan jumlah peserta BPJS Kesehatan, Andayani menyebutkan saat ini di Jateng-DIY tercatat 56 persen dari total penduduk atau sebanyak 20.134.144 jiwa.

"Sekarang ini ada sekitar ada 4.000 orang per hari yang mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan dan yang perlu diwaspadai adalah banyaknya calo yang menawarkan pembuatan kartu BPJS," katanya.

Akibat adanya calo tersebut, peserta dikenai biaya pembuatan dan tidak mengetahui hak serta kewajiban setelah menjadi peserta BPJS Kesehatan.

"Begitu sudah mendaftar, maka kepesertaannya adalah melekat tidak selesai dengan hanya membayar premi sekali dan itu yang tidak clear dijelaskan oleh calo. Apalagi dengan rawat inap, maka biayanya adalah 20 tahun dari premi jika unit cost rumah sakit lebih Rp7 juta," katanya.

Direktur Utama RSJD Dr Amino Gondohutomo, Semarang, Retno Dewi Susilo mengakui dengan adanya BPJS Kesehatan, keterisian kamar satu dan kamar dua meningkat.

"Jika sebelumnya kelas satu dan dua kosong, sekarang menjadi terisi dengan memakai BPJS Kesehatan. Sebelum ada BPJS Kesehatan yang membayar tunai 20 persen, sekarang turun menjadi 10 persen," demikian Retno Dewi.

Pewarta: Nur Istibsaroh
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014