New York (ANTARA News) - Para menteri luar negeri dari 13 negara ditambah Uni Eropa dan PBB, Senin, menyerukan gencatan senjata segera di Libya dan mendukung gerakan untuk mencoba mengakhiri perebutan kekuasaan sengit antar pemerintah yang saling bersaing.

"Tidak ada solusi militer untuk konflik ini," kata para menteri dalam komunike bersama setelah pertemuan di sebuah hotel di New York. Komunike itu juga menyebutkan, "kami menyeru semua pihak untuk menerima gencatan senjata yang komprehensif dan segera."

AFP melaporkan, pertemuan ini diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry "untuk mewujudkan sejumlah koherensi dengan reaksi masyarakat internasional terhadap situasi di Libya," kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri kepada wartawan.

Para menteri itu semua mendukung misi utusan khusus PBB Bernardino Leon, yang "akan mencoba untuk mempertemukan para anggota parlemen Libya," kata pejabat itu.

Dalam pendekatan dua pihak, Aljazair juga telah setuju untuk menjadi tuan rumah sejumlah pertemuan dalam beberapa pekan mendatang "guna mencoba untuk menegosiasikan gencatan senjata," kata pejabat Amerika Serikat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Ini akan menjadi "proses yang sulit" tapi ada "pengakuan oleh semua orang yang hadir bahwa masyarakat internasional harus berbuat lebih banyak di Libya setelah Gaddafi jatuh."

"Jadi itu tanggung jawab kita bersama untuk mencoba dan melakukan segala kemungkinan yang kami bisa untuk menciptakan perdamaian di sana."

Negara kaya minyak Libya telah diguncang oleh ketidakstabilan politik sejak pemberontakan yang didukung NATO untuk menggulingkan dan membunuh diktator veteran Moamer Gaddafi pada tahun 2011.

Tiga tahun kemudian, pemerintahan Perdana Menteri Abdullah al-Thani dan parlemen terpilih yang diakui secara internasional pada bulan Juni ditantang oleh pesaingnya, pemerintahan yang didukung Islam.

Negara ini juga sedang dikoyak oleh pertempuran antara kelompok Islam dan nasionalis.

Misi PBB, UNSMIL, dalam sebuah pernyataan pada Minggu mengatakan akan memanggil pihak-pihak yang berbeda untuk bertemu pada 29 September guna melakukan "putaran awal" pembicaraan yang ditujukan untuk mengakhiri perselisihan.

Tidak disebutkan lokasi pertemuan itu, namun sumber mengatakan pertemuan itu akan diselenggarakan di Libya.

(Uu.G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014