Tokyo (ANTARA News) - Kereta cepat Jepang "Shinkansen" yang memelopori teknologi transportasi kereta api super cepat, merayakan ulang tahun ke-50-nya hari ini dengan seremoni yang menandai sumbangsihnya bagi perekonomian negara itu pasca Perang Dunia Kedua dan karena catatan keselamatannya yang bersih.

Sebuah kereta berkepala seperti pesawat bernomor N700A meninggalkan Platform 19 dari stasiun sentral Tokyo pada pukul 6 pagi waktu setempat, tepat 50 tahun sejak peluncuran pertamanya yang melayani rute Pasifik antara ibukota Jepang dan megapolitan Osaka.

Shinkansen secara harafiah berarti "jaringan rel baru".

"Jaringan baru ini memberi sumbangan kepada pembangunan ekonomi, kebudayaan dan sosial Jepang dengan transportasi kereta berkecepatan tinggi terbaik," kata Koei Tsuge, presiden JR Tokai yang mengoperasikan jaringan kereta nasional, pada gunting puti sebelum N7000A meluncur.

Japan Railway Group (JR) yang milik swasta dan mengakuisisi Japanese National Railways milik BUMN pada 1987, menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang tewas akibat kecelakaan kereta yang melibatkan Shinkansen.

"Keselamatan adalah sumber kenyamanan kami. Kami berharap untuk meneruskan operasi kami dengan perlindungan maksimal," kata dia.

Perayaan serupa diadakan di Osaka, Shizuoka dan Nagoya.

Jalur Tokyo-Osaka sudah mengangkut 5,6 miliar penumpang sejak peluncurannya, dengan jarak tempuh 5 miliar kilometer atau setara dengan 50.000 kali mengelilingi Bumi.

Saat ini rata-rata 424.000 penumpang menggunakan jasa ini setiap hari, padahal pada tahun pertamanya hanya sekitar 60.000 penumpang.

Pada 1964, ketika Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade, kereta ini bisa melaju dengan kecepatan maksimal 210 kilometer per jam, dan bisa menempuh jarak 515 km dari Tokyo ke Osaka dalam waktu empat jam.

Kini kereta ini menghubungkan dua kota itu dalam waktu dua jam 25 menit, dengan kecepatan 270 km  per jam.

Shinichi Kamura (64) yang menjadi penumpang pertama Shinkansen dari Tokyo ke Osaka hari ini, seperti dia lakukan 50 tahun silam ketika masih masih menjadi pelajar.

"Saya memesan tempat duduk yang sama nomor 9A pada gerbong nomor enam," kata dia. "Saat itu saya terkesan karena kereta ini bergerak begitu lembut sampai-sampai cangkir kopi saya pun tidak tumpah kemana-mana. Waktu itu saya merasa mimpi menjadi kenyataan."




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014