Amerika (ANTARA News) - Meski pihak kesehatan telah meyakinkan bahwa Ebola tidak mungkin menyebar di Amerika Serikat, kekhawatiran tentang penyakit ini berkembang sejak diumumkannya kasus pertama di Amerika minggu lalu.

Mengapa orang Amerika menjadi takut terhadap Ebola?

Sebuah survei oleh Pew Research Center baru-baru ini mendapati sekitar 11 persen orang Amerika mengatakan "sangat khawatir" bila mereka atau anggota keluarga akan terjangkit virus Ebola.

Sementara 21 persen lain mengaku agak khawatir terjangkit virus ini.

Survei ini diadakan pada 2--5 Oktober, setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) mengumumkan seorang pria di Dallas, Texas, menjadi orang pertama yang didiagnosis terjangkit Ebola di Amerika.

Bulan ini juga, CDC menerima lebih dari 800 telfon per hari dari orang-orang yang khawatir terjangkit Ebola.

Sebelum kasus Dallas, jumlahnya sekitar 50, kata Direktur CDC, Dr. Tom Frieden.

Di Dallas, para orang tua memulangkan anak-anak mereka dari sekolah, meski CDC telah menekankan bahwa Ebola hanya menyebar karena kontak dengan cairan tubuh dari seseorang yang menunjukkan gejala penyakit.

Meski kebanyakan orang Amerika menjalani keseharian mereka tanpa rasa takut terhadap Ebola--survei mendapati mayoritas responden mengatakan mereka tidak terlalu khawatir atau tidak khawatir sama sekali tentang virus itu--tetap saja ada kecemasan di luar sana terkait resiko disproposional, kata David Ropeik, seorang konsultan dalam resiko persepsi dan penulis "How Risky Is It, Really? Why Our Fears Don't Always Match the Facts" (McGraw-Hill, 2010).

Kekhawatiran terhadap virus Ebola disebabkan manusia biasanya terbatas dalam kemampuan mereka untuk membuat keputusan rasional tentang resiko.

"Kita jarang memiliki waktu atau kecerdasan atau informasi mentah untuk membuat penilaian informasi lengkap tentang apa pun," kata Ropeik. "Hidup membutuhkan pilihan yang lebih cepat daripada itu."

Jadi manusia telah berevolusi untuk memahami informasi lebih cepat, kata Ropelik.

"Kita ambil sedikit informasi--yang datang dengan cepat dari sebuah berita atau teman--lalu mengubah penilaian kita," tambahnya.

Manusia akan mencari karakteristik tertentu untuk membantu mereka menilai dengan cepat apakah ada sesuatu yang menakutkan.

Sesuatu yang baru akan lebih menakutkan buat manusia karena kita tidak memiliki pengalaman dengan hal baru itu, kata Ropeik menjelaskan.

Itu mengapa Ebola terlihat menakutkan daripada flu--meskipun faktanya adalah flu membunuh antara 3.000 hingga 49.000 orang setiap tahunnya, sedangkan Ebola hanya membunuh hanya satu orang di Amerika.

"Menghadapi sesuatu yang baru dan tidak memiliki pengetahuan tentang itu menimbulkan rasa bahwa kita harus bisa melindungi diri sendiri," kata Ropeik.

Orang juga merasakan bahwa sekali saja orang terjangkit virus Ebola, tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan tentang itu (tidak ada obat untuk Ebola), dan memiliki tingkat kefatalan yang tinggi, kata Ropelik.

Gejala Ebola--yang meliputi muntah dan pendarahan--juga mempengaruhi persepsi kita tentang penyakit ini karena kesannya semakin banyak rasa sakit dan penderitaan. Ini membuat kita jadi ketakutan, kata Ropeik.

Faktor lain yang membuat orang lebih takut Ebola adalah karena berita-berita tentang virus mematikan ini telah menjadi berita utama di berbagai media massa.

Tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan terhadap Ebola.

Orang harus menyadari bahwa emosi bisa menimbulkan persepsi, kata Ropeik.

Jadi orang harus mencoba untuk tidak membuat penilaian spontan, dan mencari fakta--antara lain soal bagaimana Ebola menyebar, tambahnya.

Jangan khawatir terlalu berlebihan, sebab tingat kekhawatiran yang tidak sesuai bukti bisa berdampak buruk bagi kesehatan.

Kecemasan berlebihan akan menimbulkan stres dan bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh kita, demikian pungkas Ropeik seperti dilansir di www.livescience.com.

Penerjemah: Okta Antikasari
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014