Perth (ANTARA News) - Suasana di Kota Perth, Australi Barat, sehari setelah pelaksanaan eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Rabu, terpantau relatif kondusif dan aman.

Reaksi pemimpin di Australia disiarkan di televisi dan ditulis di berbagai laman berita serta koran, namun relatif bernada imbang antara pro dan kontra terhadap eksekusi mati terhadap dua penyelundup heroin 8 kilogram dari Indonesia ke Australia itu.

Sehari sebelum eksekusi mati dua narapidana asal Australia, KJRI Melbourne merilis surat himbauan di laman Facebook mereka yang meminta WNI di negara bagian Victoria dan Tasmania untuk tetak tenang dan waspada.

WNI juga diminta untuk tidak terpancing oleh tindakan-tindakan yang bersifat provokatif.

Sementara itu tagar #boycottbali yang mengusung ide boikot pariwisata Bali sebagai balasan terhadap eksekusi mati terus bergulir dengan lebih dari 5.000 akun Twitter mendorong agar PM Tony Abbott bersikap lebih keras terhadap Indonesia.

Namun pihak yang melihat ajakan ini sebagai aksi munafik juga menguat, karena hukuman mati masih berlaku di sedikitnya 20 negara di dunia, dan seharusnya semua negara itu juga diboikot--bukan hanya Indonesia, khususnya Bali.

Negara-negara seperti Amerika Serikat, Thailand, China, Singapura, India, dan Mesir seharusnya bila memang konsisten, layak diajak agar diboikot oleh wisatawan Australia.

Laman news.com.au memaparkan bahwa ide memboikot Bali atau Indonesia justru akan memperparah keadaan dan mengancam ekonomi Australia.

Terdapat sekitar 2.500 eksportir Australia yang menjual produknya ke Indonesia, dan angka itu terus bertumbuh meskipun ada insiden bom Bali, kata seorang ekonom, Tim Harcourt.

Menurut penulis buku "The Airport Economist" dan dosen UNSW itu nilai ekspor Australia ke Indonesia adalah 5,6 miliar dolar pada tahun 2013--2014, sementara impor 6,4 miliar dolar.

Pewarta: Ella Syafputri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015