Medan (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan meminta agar pengusaha terus meningkatkan kualitas dan sekaligus membuat merek produknya untuk bisa lebih siap menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA yang sudah dimulai akhir tahun ini.

"Kalau tidak bermutu dan tidak bermerek dengan sah, dikhawatirkan tidak kuat bersaing saat MEA. Padahal siap atau tidak siap, MEA harus dihadapi karena merupakan kesepatan," kata Widyaiswara ahli dari Pusdiklat Perdagangan Kemendag Muhammad Hadi Adji Susanto di Medan, Kamis.

Dia bersama Nurlisa Arfani yang juga dari Pusdiklat Perdagangan Kemendag mengatakan itu pada acara Sosialisasi Modul Diklat Teknis Substansi Perdagangan yang diselenggarakan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan Kemendag bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut.

Sosiisasi itu diikuti para pengusaha termasuk UKM, perguruan tinggi, Kadin dan lembaga lainnya.

"Adji menjelaskan, pada era MEA 2015 itu ada sepuluh negara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, Laos dan Myanmar yang terlibat dengan total penduduk mencapai 650 juta jiwa.

"Sepuluh negara itu memiliki pasar yang sama, bebas ke luar masuk barang dan jasa tanpa tarif sehingga tentunya persaingannya semakin ketat," katanya.

Oleh karena itu, Adji menilai produk-produk lokal harus tetap dilindungi dengan identitas merek yang kuat.

Artinya, jika produk lokal masuk ke pasar negara lain tanpa merek sah, maka oleh negara tersebut bisa dengan mudah diubah menjadi seolah-olah hasil produknya yang dijual ke pasar lain.

"Belum aja MEA, sudah banyak produk nasional termasuk UKM yang masuk ke pasar internasional tanpa merek asal Indonesia dan sebaliknya barang impor juga banyak di dalam negeri. Jadi memang harus diatasi," katanya.

Menurut dia, merek sangat penting dalam kancah perdagangan sesama anggota ASEAN karena tarifnya berkurang 98,08 persen sampai nol persen sehingga bebas keluar masuk.

"Kalau tidak ada merek yang menandakan dari Indonesia mungkin perdagangan ke negara lain di ASEAN terhambat," katanya.

Padahal banyak produk Indonesia yang sudah cukup diakui.

Dewasa ini, kata dia, Pemerintah juga terus mendorong pengembangan produk kelapa sawit yang saat ini masih hanya sekitar 12 turunan dari Malaysia yang mencapai 20.

Kasie Ekspor bidang Perdagangan Luar Negeri Disperindag Sumut menyebutkan, tarif bea masuk sudah lama diturunkan sehingga seharusnya pengusaha sudah bisa lebih siap menghadapi MEA.

Merek, kata Fitra, memang diperlukan untuk mengantisipasi agar jangan sampai terjadi produk Sumut diklaim menjadi milik asing dan dijual dengan harga lebih mahal pula.

Pewarta: Evalia Siregar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015