Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum PBNU KH. As'ad Said Ali menegaskan bahwa Islam Indonesia adalah agama yang ramah dan rahmatan fil alamin, yang berarti tidak mengenal adanya radikalisme dan terorisme.

Segala tindakan atau gerakan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam, menurut As'ad, adalah bohong dan harus enyah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita harus terus fokus menguatkan Islam Indonesia sebagai agama Islam yang ramah atau dikenal dengan istilah Islam Nusantara. Untuk itu saya berharap, para generasi muda agar benar-benar concern dengan masalah
ini, agar radikalisme dan terorisme tidak memiliki ruang berkembang di Indonesia," katanya dalam Workshop Penguatan Jaringan Anti-Radikalisme di Dunia Maya untuk Ulama Muda yang digelar Nahdatul Ulama (NU) Online bersama  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa (16/6/2015).

KH As’ad menilai, radikalisme itu justru lebih berbahaya dibandingkan dengan terorisme. Menurutnya, kalau radikalisme itu berkurang, maka terorisme pun otomatis juga akan berkurang.  Selama ini, NU adalah
organisasi Islam terbesar di Indonesia yang menjadi perekat antara Islam dengan negara (Indonesia).

"Saya rasa apa yang dilakukan BNPT untuk merangkul para ulama muda ini sudah tepat dan perlu dikembangkan. Apalagi, paham radikalisme dan terorisme telah menjadikan generasi muda sebagai target penyebaran paham mereka, baik itu melalui secara langsung maupun dengan memanfaatkan kecanggihan di dunia maya," papar KH As’ad.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Dr. Ali Musthafa Ya’qub, MA. Menurutnya, dalam Islam itu tidak ada namanya kekerasan, apalagi radikalisme dan terorisme.

“Anggapan itu sama sekali tidak benar. Dalam Islam itu ada namanya amar ma’ruf nahi mungkar. Tapi orang sering salah menafsirkan maknanya karena ketidaktahuannya. Dan ketidaktahuan itu mungkin yang membuat
dia merasa pandai. Begitu membaca satu hadist langsung dipahami dengan makna yang berbeda dari yang sebenarnya. Padahal  ajaran islam tidak seperti itu,” kata Prof Dr. Ali Musthafa Ya’qub.

Ali Musthofa sendiri menyambut baik digelarnya acara dialog terkait pencegahan paham radikalisme dan ISIS yang bertujuan memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam kepada generasi muda dan pelajar.

“Karena anak-anak itu mempunyai dua potensi yakni potensi baik dan tidak baik. Dan ini adalah potensi yang baik agar anak didik itu dapat memahami makna Islam di Indonesia yang sebenarnya,” ujarnya.

Sementara itu Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Agus Surya Bakti mengatakan, pihaknya selalu proaktif mendatangi berbagai lembaga, terutama perguruan tinggi dan sekolah-sekolah untuk berdialog dan memberi wawasan yang benar kepada generasi muda, mahasiswa, dan pelajar.

Upaya-upaya itu ditempuh dengan tujuan agar tidak terjadi pembelokan keyakinan, aqidah dan pemahaman oleh mereka.

"Mahasiswa dan pelajar adalah target utama dalam propaganda radikalisme, terutama ISIS. Untuk itu, mereka harus diberikan pemahaman yang benar. Jangan sempai mereka termakan propaganda para pelaku teror,  apalagi mereka bergabung dengan ISIS," pungkas Agus Surya Bakti.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015