Pada peringatan Hari Koperasi 12 Juli 2015 ini ada catatan buram yang mesti mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.

Pasalnya, kemiskinan dan ketimpangan masih jadi masalah struktural yang tidak juga tuntas, sebab nyatanya nyaris dua
dasawarsa pascareformasi angka kemiskinan di Indonesia masih tetap tinggi dan kesenjangan kian menganga.

Hal ini ditandai dengan fakta bahwa jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 27,73 juta jiwa, dengan rincian di perkotaan mencapai 10,36 juta jiwa dan di pedesaan 17,37 juta jiwa (BPS, 2014). Bahkan, diperkirakan tahun 2015 jumlah penduduk miskin bakal naik hingga 30,25 juta jiwa atau 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Kenaikan ini sangat dipengaruhi beragam faktor, termasuk kenaikan harga BBM, inflasi, dan pelemahan dolar. Indeks gini rasio pun mencapai 0,42 (amat timpang). Kondisi ini memberi "lampu merah" bagi pemerintahan baru. Apakah ada relevansinya gerakan Koperasi di Indonesia dengan kondisi yang mengkhawatirkan ini?

Tentu amat relevan, sebab, gerakan Koperasi Indonesia (KI) sejatinya merupakan wadah pemberdayaan ekonomi rakyat untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan. Angka kemiskinan dan ketimpangan yang terus melonjak menimbulkan tanda tanya tentang peranan gerakan Koperasi Indonesia saat ini.

Gerakan Koperasi Indonesia hakikatnya adalah perwujudan "Demokrasi Ekonomi" yang diperintahkan pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.

Dalam Koperasi, kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Logikanya, bila Koperasi Indonesia dibangun menurut esensi tersebut di atas sejatinya kemiskinan dan kesenjangan bakal dapat diatasi.



Berbeda dengan konsep universal

Secara empiris gerakan Koperasi Indonesia berbeda dengan konsep koperasi universal, sebab penerapannya di Indonesia menggunakan konsep, taktik, dan strategi yang khas berdasarkan Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 serta penjelasannya dan UU No 25 Tahun 1992.

Koperasi Indonesia, selain memiliki ciri-ciri universal, juga mempunyai visi, pertama, Koperasi Indonesia sebagai jiwa dan semangat kekeluargaan (gotong-royong) yang merupakan nilai dasar Pancasila harus menjadi acuan aturan main, baik secara internal maupun dalam interaksi dan interelasi di semua pelaku ekonomi nasional, yaitu koperasi, BUMN dan swasta. Bung Hatta pun menyebutkan bahwa BUMN dan swasta mesti berjiwa koperasi.

Kedua, Koperasi Indonesia sebagai wadah ekonomi rakyat merupakan bagian integral dari sistem perekonomian Pancasila yang bervisi sebagai wadah ekonomi yang mengamalkan gotong royong sebagai nilai dasar Pancasila.

Sebagai wadah gerakan ekonomi dari rakyat, Koperasi Indonesia berperan dalam mengentaskan diri dari kemiskinan, serta merupakan soko guru perekonomian rakyat.

Perwujudan visi pertama tersebut membutuhkan persyaratan, pertama, semua pelaku ekonomi yaitu Koperasi, BUMN dan swasta mesti menerapkan hubungan kerja dan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

Kedua, ketiga pelaku ekonomi tersebut mesti menjalin kemitraan usaha yang setara, saling menguntungkan, dan saling menghidupi di antara mereka.

Ketiga, di dalam BUMN dan swasta harus didirikan koperasi karyawan. Lewat koperasi karyawan ini, para karyawan pada badan usaha tersebut dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Keempat, BUMN dan swasta juga diwajibkan menjual sebagian sahamnya kepada koperasi karyawan dan koperasi lainnya. Persyaratan ini secara tidak langsung menunjukkan karyawan maupun masyarakat secara bersama juga ikut memiliki badan usaha tersebut. Model kemitraan setara ini telah digagas Pak Harto yang menghendaki koperasi memiliki minimal 25 persen saham perusahaan swasta.

Ada pun visi kedua Koperasi Indonesia tersebut lahir sebagai antitesis dari warisan perekonomian kolonial yang menyebabkan kemiskinan dan kekurangan kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) maupun cara produksinya. Kondisi ini bertambah parah di kemudian hari karena rakyat miskin tidak saja harus berjuang melawan kemiskinannya, tetapi sekaligus juga harus menghadapi persaingan global.

Persis kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Lantas apa kata kunci agar rakyat mampu keluar dari kemiskinannya dan mampu menghadapi globalisasi?

Kata kuncinya ialah meluncurkan program-program yang berorientasi  "pemberdayaan dan perlindungan" yang memihak rakyat.

Pemberdayaan dan perlindungan hadir sebagai anti tesis dari model pembangunan kapitalistik dan proses industrialisasi yang kurang memihak rakyat dan diperparah dengan penguasaan informasi yang asimetrik. Keduanya cocok untuk memutus lingkaran dan jebakan kemiskinan serta keterbelakangan penduduk pedesaan.



Memakmurkan keluarga

Penulis berpendapat dan juga merujuk pandangan Bung Hatta bahwa perwujudan pemberdayaan ini dapat dilakukan dengan membangun sistem koperasi terlebih dahulu, terutama koperasi pedesaan sebagai wadah gerakan ekonomi rakyat untuk memakmurkan keluarga miskin di pedesaan.

Membangun koperasi pedesaan sangat tepat karena, pertama, kemiskinan dan pengaruh globalisasi rentan terhadap rakyat miskin yang sebagian besar hidup di pedesaan. Gerakan pemberdayaan dari, oleh, dan untuk mereka sendiri dilandasi jiwa dan semangat gotong royong yang merupakan nilai dasar Pancasila.

Kedua, dalam badan usaha koperasi, keluarga miskin yang menjadi anggotanya memiliki identitas ganda, yaitu sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Identitas inilah yang membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya sehingga koperasi memiliki fungsi pemberdayaan sekaligus perlindungan.

Fungsi pemberdayaan usaha dilakukan melalui subsidi silang dan pengambilan risiko bersama (tanggung renteng), sedangkan, fungsi perlindungan melalui jaminan harga dan pasar barang/jasa kebutuhan anggota.

Kedua fungsi tersebut mesti dikelola berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan agar menghasilkan nilai tambah, baik yang berdimensi ekonomi maupun sosial. Pada gilirannya koperasi akan bermanfaat besar bagi anggotanya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan secara mandiri dan berkelanjutan.

Selanjutnya, koperasi juga mesti mempunyai keunggulan daya saing dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu koperasi mesti produktif dan mempunyai jaringan usaha yang efisien secara nasional dalam bentuk arsitektur ekonomi rakyat berbasiskan koperasi.

Arsitektur ekonomi rakyat berbasis koperasi ialah suatu rancang bangun sistem perkoperasian Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan ekonomi rakyat untuk rentang waktu tertentu. Dalam arsitektur ekonomi rakyat, koperasi harus mempunyai dua pilar utama, yakni jaringan kelembagaan ekonomi rakyat yang merupakan jaringan lembaga distribusi nasional dan jaringan keuangan nasional yang sehat dan kuat.

Idealnya koperasi membentuk dan memiliki seluruh jaringan tersebut, namun dapat juga dilakukan melalui kemitraan setara dengan BUMN dan swasta. Melalui jaringan tersebutlah koperasi berperan utama dalam kegiatan ekonomi rakyat yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Sejarah mencatat, arsitektur ekonomi rakyat berbasis koperasi pedesaan di Indonesia telah berhasil digalakkan selama Orde Baru melalui wadah Koperasi Unit Desa (KUD) selama kurun waktu 1970-1998. Lewat jaringan Bulog, Pusri, BRI, dengan KUD, pemerintah menggalakkan program swasembada pangan sekaligus mengatasi kemiskinan sehingga kesejahteraan di pedesaan dapat ditingkatkan.

Hasilnya Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1985 serta terhindar dari ancaman krisis pangan dan bahaya kelaparan. Indonesia pun mendapatkan penghargaan dari organisasi PBB yaitu Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

Selain itu, pada hari Koperasi yang ke-50 tahun 1997 Indonesia juga mendapatkan penghargaan dari Program Pembangunan PBB (UNDP) karena berhasil mengatasi kemiskinan.

Dari uraian di atas tampak bahwa Koperasi Indonesia sebagai wadah pengamalan Pancasila, wadah gerakan ekonomi untuk pengentasan kemiskinan, dan sebagai sokoguru ekonomi rakyat telah terwujud secara nyata di Indonesia semasa Orde Baru, baik melalui KUD maupun koperasi karyawan. Sayangnya, akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, dari sejumlah besar Koperasi Indonesia hanya sebagian kecil saja yang mampu bertahan dan berkembang .

Oleh karena itu, tugas kita bersama pada saat ini untuk menjadikan peringatan Hari Koperasi sebagai momentum untuk mempercepat pemberantasan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan di pedesaan dengan membangun kembali Koperasi Indonesia secara besar-besaran sehingga tercapai dua sasaran sekaligus, yaitu tercapainya swasembada pangan dan meningkatnya kesejahteraan seluruh rakyat. Selamat Hari Koperasi!


*) Pengamat ekonomi dan koperasi, mantan Menteri Koperasi

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015