Guatemala (ANTARA News) - Presiden Guatemala Otto Perez pada Minggu mengatakan tidak akan mundur dan menolak tuduhan bahwa ia adalah salah satu pemimpin skandal korupsi, yang mengguncang negara itu.

Jaksa dan pejabat Komisi Penyelidikan PBB pada Jumat mengatakan menemukan bukti luas, yang melibatkan Perez dan mantan Wakil Presiden Roxana Baldetti, dalam gambaran sangat tergalang untuk mengurangi bea importir dengan imbalan suap besar-besaran.

Dengan waktu dua pekan lagi untuk menghadapi pemilihan umum, Perez membuat pernyataan kepada warganya bahwa ia berjanji mematuhi aturan hukum tetapi mengatakan tidak akan berhenti dari jabatannya.

Ia menyatakan dengan tegas menolak hubungannya dengan gambaran suap tersebut dan menerima uang dari penipuan dalam bea cukai.

"Saya tidak akan mengundurkan diri. Namun dengan kekuatan dan karakter, saya menolak keterlibatan saya dalam kasus ini. Saya tidak bisa menolak bahwa terjadi kegagalan dalam pemerintahan saya dan pejabat yang dekat dengan saya atau yang saya tunjuk. Jadi, ini memaksa saya untuk membuat permintaan maaf kepada publik," tambah Perez.

Perkara penipuan jutaan dolar telah membalikkan politik Guatemala sejak meletus pada April lalu dengan pemecatan sejumlah pejabat tinggi, memaksa pengunduran diri Wakil Presiden Baldetti dan saat ini menjangkau jabatan tertinggi di negara itu.

Tuduhan tersebut datang saat Guatemala tengah mempersiapkan pemilihan umum pada 6 September mendatang

Perez, 64 tahun, adalah pensiunan jenderal konservatif yang berakhir masa jabatannya pada Januari tahun depan di mana ia tidak dapat mengikuti pemilu kembali.

Penyelidikan itu didasarkan dari beberapa 86.000 panggilan telepon kawat yang disadap di mana ditemukan sebuah rencana yang dijuluki "La Linea" (garis), nama untuk "hotline" (saluran khusus) yang digunakan oleh para pelaku bisnis untuk menghubungi jaringan korupsi petugas bea cukai.

Ribuan rakyat Guatemala telah turun jalan-jalan dalam beberapa pekan terakhir menyerukan Perez untuk pergi dan beberapa anggota kabinetnya telah mundur atas tindakan tidak percaya kepada presidennya tersebut, demikian AFP melaporkan.

(B020)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015