Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan pemerintah Hong Kong sepakat untuk melanjutkan perundingan membahas upaya-upaya untuk penurunan biaya penempatan (cost structure) bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Hong Kong.

Indonesia dan Hong Kong juga sepakat meningkatkan kualitas perlindungan TKI melalui pengawasan, monitoring, dan penindakan terhadap agensi pekerja migran untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran, termasuk pungutan tambahan (over charging) yang terlalu membebani TKI.

"Kita menyambut baik hasil pertemuan bilateral yang menyepakati adanya perundingan lanjutan untuk menekan biaya-biaya penempatan TKI di Hong Kong. Intinya kedua negara ingin agar kualitas perlindungan dan kesejahteraan TKI meningkat,” kata Menaker M Hanif Dhakiri di Hong Kong sebagaimana dikutip dalam keterangan pers Biro Humas Kemnaker yang diterima ANTARA News, Kamis.

Seperti diketahui,  Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Kantor Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Pemerintah Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong ( Secretary of labour and welfare, the government of the Hong Kong special administrative region ) Matthew Cheung guna membahas berbagai hal terkait perlindungan dan penyelesaian permasalahan TKI di Hong Kong.

Pertemuan dengan perwakilan pemerintah Hong Kong (setingkat menteri) yang dilakukan di Hongkong pada Senin (24/8) waktu setempat. Pertemuan itu dihadiri pula oleh Konjen KJRI Hong Kong Chalief Akbar Tjandraningrat, Dirjen Binapenta Kemnaker Hery Sudarmanto, dan Dirjen Binalattas Kemnaker Khairul Anwar.

Dalam pertemuan itu, Hanif mengatakan bahwa Indonesia sejak awal telah melakukan kajian menyeluruh dan penghitungan ulang secara cermat agar terjadi penurunan biaya penempatan TKI di berbagai negara-negara penempatan.

"Pemerintah Hong Kong telah memahami adanya usulan pemerintah Indonesia dan dari berbagai pihak lainnya agar segera dilakukan perundingan untuk menekan biaya penempatan TKI yang bekerja di Hong Kong. Mereka terbuka untuk membahasnya lebih lanjut dalam tempo secepatnya,” kata Hanif.

Oleh karena itu, kata Hanif, pertemuan antarmenteri ini dapat segera ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan teknis untuk mengkaji ulang, melakukan evaluasi, dan menghitung kembali secara cermat biaya-biaya yang dibutuhkan sehingga tidak membebani TKI yang bekerja di Hong Kong.

Tak hanya itu, dalam pertemuan ini Menaker Hanif pun mengajak pemerintah Hong Kong agar meningkatkan kualitas perlindungan TKI melalui pengawasan, monitoring, dan penindakan terhadap agensi pekerja migran untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran, termasuk pungutan tambahan (over charging) yang terlalu membebani TKI.

“Kita mendapatkan laporan bahwa ada agen-agen tenaga kerja di Hong Kong yang  secara langsung maupun tidak langsung bekerja sama dengan PPTKIS yang ada di Indonesia melakukan pungatan tambahan yang menjadi beban bagi TKI kita. Ini problem yang dikenal dengan istilah over charging  yang harus dicari solusinya,” kata Hanif.

“Kita bahas cukup dalam dan pemerintah Hong Kong maupun pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus memperbaiki persoalan ini agar nantinya beban-beban yang dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong bisa ditekan,” kata Hanif.

Hanif memastikan akan memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran –pelanggaran aturan ketenagakerjaan, termasuk agen-agen PPTKIS yang ditenggarai melakukan pungutan liar terhadap TKI ketika bekerja di Hong Kong.

“Kita juga minta kepada pemerintah Hongkong agar melakukan tindakan tegas terhadap agensi-agensi asal Hongkong yang merugikan TKI. Kita hormati komitmen mereka untuk meningkatkan aspek perlindungan bagi TKI kita di Hongkong,” kata Hanif.

Kedua belah pihak juga bersepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam pertukaran informasi dan koordinasi untuk menangani permasalahan dan kasus-kasus dari TKI di Hong Kong. Menurut data Maret 2015, terdapat 149.838 orang TKI Hong Kong. Sebagian besar bekerja sebagai TKI sektor domestik.

Terdapat permasalahan umum yang dihadapi TKI di Hong Kong antara lain penganiayaan, hutang piutang, kecelakaan kerja, klaim hak pribadi, kriminal, pemotongan gaji secara berlebihan (overcharging), melampaui izin tinggal (overstay), penahanan dokumen, agen tidak terdaftar, terlantar, PHK/kontrak kerja (termination), gaji di bawah standard dan gaji tidak dibayar.

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015