Kami tidak punya wewenang membatalkan penerbangan. Jadi, tidak bisa kami menutup bandara
Palangka Raya (ANTARA News) - Petugas Bandara Tjilik Riwut tetap disiagakan walau penerbangan dari dan menuju kota Palangka Raya dibatalkan akibat kabut asap pekat yang membuat jarak pandang kurang dari batas normal.

Alasan petugas tetap standby di lapangan karena kabut asap sewaktu-waktu dapat berkurang dan maskapai penerbangan bisa mendarat ataupu berangkat, kata Kepala Bandara Tjilik Riwu,t Usman Effendi, di Palangka Raya, Minggu.

"Pembatalan keberangkatan ataupun tiba itu kan yang berwenang pihak airline atau badan usaha angkutan udara. Kami tidak punya wewenang membatalkan penerbangan. Jadi, tidak bisa kami menutup bandara," ucapnya.

Usman mengemukakan, penutupan bandara dapat dilakukan apabila landasan pacu maupun peralatan terganggu serta kekurangan personil dalam melayani maskapai penerbangan.

Dia mengatakan sejauh ini semua hal itu berfungsi dengan baik, sehingga tidak ada alasan untuk menutup bandara. Bahkan jika pihak maskapai penerbangan menyatakan siap untuk berangkat atau mendarat di Tjilik Riwut, tetap harus difasilitasi.

"Kabut asap ini kan berubah sewaktu-waktu. Pagi bisa jarak pandang hanya 200 meter, tapi siang atau sore hingga malam hari menjadi 500-700 meter. Ini juga menjadi alasan kenapa bandara tidak ditutup," katanya.

Kepala Bandara Tjilik Riwut mengakui jarak pandang terparah, Sabtu (26/9), hanya berkisar 200 meter pada pagi hari dan siang hingga malam hari menurun menjadi 50 meter, sehingga tidak ada satupun penerbangan yang berangkat atau mendarat di Bandara Tjilik Riwut.

Dia mengatakan jarak pandang, Minggu (27/9), cenderung cerah namun tetap belum sampai batas normal. Hal ini yang membuat pihak maskapai penerbangan belum ada yang berani mendarat ataupun berangkat.

"Kita berharap siang hingga sore hari kabut asap tidak terlalu pekat, karena banyak masyarakat dari dan menuju Palangka Raya yang terpaksa batal atau berangkat dari bandara di Banjarmasin," demikian Usman.

Pewarta: Jaya Wirawana Manurung
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015