Merokok kretek bukan budaya asli bangsa Indonesia. Itu cuma akal-akalan korporasi rokok
Jakarta (ANTARA News) - Sastrawan Taufiq Ismail menyebut rokok kretek bukanlah warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi Undang-undang dan dipromosikan.

"Merokok kretek bukan budaya asli bangsa Indonesia. Itu cuma akal-akalan korporasi rokok. Tembakau dan cengkeh kan bukan tanaman asli Indonesia," kata Taufiq seusai pertemuan Urun Rembug Para Tokoh Bangsa dalam Membentuk Sumber Daya Manusia yang Cerdas, Sehat dan Tangguh Menghadapi Persaingan Global di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu.

Budaya menghisap rokok, kata Taufiq sebenarnya bukan asli Indonesia, itu adalah kebiasaan asing yang dibawa ke Indonesia melalui aktivitas perdagangan.

Taufiq Ismail, yang memiliki pengalaman pribadi kehilangan adik sepupu akibat rokok, menolak dimasukkannya ayat kretek dalam rencana undang-undang (RUU) Kebudayaan.

Menurutnya itu adalah "titipan" pengusaha rokok. "10 orang terkaya di Indonesia itu adalah pengusaha rokok yang rumahnya di California. Saya menyebut mereka bukan pengusaha tapi pembunuh massal." Taufiq menjelaskan salah satu bukti politisi Indonesia sudah menjalin kongkalingkong dengan pengusaha rokok adalah Indonesia tak meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau (FCTC) badan kesehatan dunia (WHO).

"Dari 80 lebih negara, yang tidak ikut FCTC cuma ada tiga negara termasuk Indonesia dan dua negara Afrika seukurang Jawa Barat. Kalau saya pergi ke kantor perusahaan-perusahaan rokok, di ruang tamunya ditulis: dilarang merokok. Coba, kemunafikan macam mana lagi yang lebih dari itu?"

Taufiq menjelaskan, industri rokok mempunyai dampak mematikan. Menurut WHO, delapan juta orang mati di seluruh dunia akibat paparan asap rokok pada tahun ini. "Di Indonesia, rokok membunuh 400 ribu orang setahun, 1.500 orang sehari. Jadi, saya menolak pasal kretek itu." 

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015