London (ANTARA News) - Hampir sepertiga situs alam Warisan Dunia terancam kegiatan eksplorasi tambang dan minyak menurut laporan yang menyatakan bahwa perusahaan dan investor yang mendukung kegiatan semacam itu menghadapi risiko legal dan reputasi.

Sampai 70 dari 229 situs alam Warisan Dunia menghadapi risiko dari industri ekstraktif menurut hasil riset organisasi konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) dan pengelola aset Aviva Investors dan Investec,  Kamis.

Itu mencakup sebagian besar dari 41 situs alam warisan Afrika, yang ditetapkan UNESCO sebagai area yang memiliki keindahan alam luar biasa atau ekologi penting.

Laporan tersebut ditujukan untuk mendorong para penanam modal menggunakan pengaruh mereka untuk menghentikan perusahaan mengeksploitasi situs-situs.

"Melindungi tempat-tempat ikonik itu tidak hanya penting dalam hal nilai lingkungan, ini krusial untuk kehidupan dan masa depan orang-orang yang bergantung pada mereka," kata David Nussbaum, pemimpin eksekutif WWF.

WWF menyatakan perkiraan mereka tentang situs-situs yang berisiko mungkin konservatif.

Laporan lembaga konservasi itu menyatakan bahwa industri-industri ekstraktif yang beroperasi di area-area warisan berisiko mengalami kerusakan reputasi, litigasi dan divestasi pemegang saham.

Produsen minyak berbasis di Inggris, Soco International, tahun lalu sepakan tidak melakukan pengeboran minyak di Taman Nasional Virunga Park, Republik Kongo setelah protes dari pengampanye lingkungan, termasuk WWF, meluas.

Soco menjadi satu dari sedikit perusahaan minyak yang mengadopsi komitmen untuk tidak beroperasi di situs-situs alam Warisan Dunia.

Dalam hal pangsa pasar, dua pertiga dari perusahaan MSCI World Metals and Mining Index telah mengadopsi kebijakan tersebut menurut laporan WWF.

Meski demikian, perusahaan-perusahaan yang punya komitmen semacam itu hanya meliputi kurang dari dua persen MSCI Energy Index, dengan Royal Dutch Shell dan Total SA dalam minoritas itu.

Ada 1.031 situs Warisan Dunia di 163 negara, kebanyakan dipilih karena signifikansi budayanya, demikian seperti dilansir kantor berita Reuters.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015